BERITA TERKINI - Kemarau panjang yang melanda Nusa Tenggara Timur (NTT) mengakibatkan warga mengalami krisis air bersih.
Seperti yang dialami warga kampung Hoder, Desa Wairbeleler, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka, Flores, NTT. Akibat krisis air, ratusan warga kampung ini terpaksa mengonsumsi air kotor dan bau.
Warga mengambil air kotor dan bau itu di tengah hutan. Jaraknya sekitar 2 kilometer lebih dari permukiman.
Di tengah hutan itulah, warga mengantre berjam-jam untuk mengisi jerigen, mencuci pakaian, dan mandi.
Novita Fatmawati, salah seorang warga kampung Hoder, menuturkan krisis air itu dialami warga setiap tahun.
Ia menyebut, pada tahun 2019 ini, kondisinya memang sangat parah. Hal itu disebabkan kemarau yang begitu lama.
"Ini sudah 3 bulan kami krisis air bersih. Sekarang kami minum air bersih dan bau. Ini saja pilihan sudah, Pak. Kalau tidak, kami bisa mati tidak minum air," ucap Novita di lokasi, Selasa (22/10/2019).
"Bapak Presiden Joko Widodo yang baru dilantik, kami mohon, bantu kami. Kami di sini sudah minum air kotor dan bau. Pak Presiden tolong koordinasi dengan pemerintah daerah bantu kami di sini," sambung Novita.
Novita menuturkan, 3 bulan terakhir ini, warga di kampung Hoder terpaksa antre berjam-jam untuk mendapatkan air di tengah hutan.
Ia bahkan menyebut, setiap hari warga antre dari pagi hingga malam di tengah hutan untuk mendapat giliran timba air.
"Setiap hari kami antre sampai malam di hutan ini untuk ambil air. Kami jalan dari rumah ke sini sekitar 2 kilometer melewati hutan," ungkapnya.
Warga lain, Hila Pare mengaku krisis air bersih di wilayah itu bukan persoalan baru. Warga di desa itu sudah lama mengalami krisis air, tetapi pemerintah belum merespons itu.
Ia mengungkapkan, beberapa tahun sebelumnya di desa itu ada dari penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat (Pansimas). Tetapi, proyek itu tidak bertahan.
Dua tahun terakhir, air tidak mengalir di pipa dan kran air yang sudah dipasang di rumah-rumah warga.
"Airnya sudah tidak mengalir lagi sekarang. Pipa dan kran air itu hanya pajangan saja," ungkap Hila.
Hila meminta kepada pemerintah pusat, provinsi, dan daerah agar membuat sumur bor di desa itu sebagai alternatif bagi warga di musim kemarau. Hal itu sudah diampaikan kepada bupati Sikka.
"Harapannya tahun 2020 itu bisa terealisasi. Kami di sini terlalu sengsara saat musim kemarau. Pilihannya cuma 1. Minum air kotor dan bau. Kalau tidak kami bisa mati," tutur Hila.
Selasa (22/10/2019), Kompas.com menyusuri hutan bersama warga untuk mengambil air.
Kami menyusuri hutan sejauh 2 kilometer lebih. Perjalanan cukup melelahkan.
Di mata air, warga masyarakat tampak terlihat sedang antre mengambil air di mata air.
Ada yang mengisi air di jerigen dan ambil air untuk cuci serta mandi.
Air yang diambil kotor, berbau, dan berulat. [kpc]
Loading...
loading...