100 Hari Jokowi Sepi Kebijakan Hebat, Ma'ruf Jadi Ban Serep - Channel Media Berita Central Indonesia

Jumat, 31 Januari 2020

100 Hari Jokowi Sepi Kebijakan Hebat, Ma'ruf Jadi Ban Serep

100 Hari Jokowi Sepi Kebijakan Hebat, Ma'ruf Jadi Ban Serep

100 Hari Jokowi Sepi Kebijakan Hebat, Ma'ruf Jadi Ban Serep


CMBC Indonesia - Duet Jokowi-Ma'ruf Amin sudah genap 100 hari memimpin negara RI sejak dilantik 20 Oktober 2019. Dalam 100 hari, Jokowi selaku kepala negara dinilai masih sepi menghasilkan kebijakan hebat. Ia dianggaphanya sekedar memperkokoh rekonsiliasi.

"100 hari yang masih sepi dengan kebijakan-kebijakan hebat. Masih belum banyak melakukan kebijakan fundamental," kata pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, Kamis, 30 Januari 2020.

Ujang menganalisis Jokowi dalam 100 hari terlihat baru sebatas memperkokoh rekonsiliasi dan mengamankan posisi. Belum bergerak membuat kebijakan besar yang bermanfaat langsung dirasakan rakyat Indonesia.

Dia mencontohkan beberapa kebijakan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hingga 100 persen. Belum lagi kenaikan harga jalur tol.

"100 hari rakyat disuguhi kenaikan iuran BPJS hingga 100%, kenaikan tol, dan akan dinaikannya harga gas 3 kg. 100 hari Jokowi juga diwarnai banyak munculnya kasus korupsi di BUMN," jelas Ujang.

Kemudian, 100 hari Jokowi juga disuguhi adanya polemik tersangka KPK Harun Masiku yang kini masih buron. Dengan menyandang status tersangka suap, tiga pekan sudah Masiku tak jelas keberadaannya.

Menurut dia, lebih baik saat ini, pemerintahan Jikowi mulai fokus merealisasikan janji-janji kampanye yang disuarakan. "Selama janji kampanyenya dilaksanakan, maka pemerintah akan baik-baik saja. Namun jika pemerintah banyak bohong, tentu rakyat bisa marah," ujar Ujang.

Ma'ruf Tak Menonjol

Ujang melihat peran Ma'ruf Amin sebagai Wakil Presiden RI tak terlihat. Diawali penyusunan kabinet Indonesia Maju, ia memandang minimnya peran Ma'ruf untuk memberikan masukan.

"Ma'ruf Amin tidak banyak dilibatkan dalam banyak urusan termasuk di awal penyusunan kabinet. Ma'ruf terlihat difungsikan Jokowi sebagai ban serep," tuturnya.

Catatan lain diberikan Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera. Dia menyebut dalam agenda pemberantasan korupsi, rapor Jokowi dalam 100 hari di periode keduanya ini buruk. Pelemahan KPK dalam revisi Undang-undang Tindak Pidana Korupsi yang akhirnya disahkan menjadi acuannya.

"Terakhir kasus Harun Masiku menjadi contoh betapa KPK lemah di UU yang baru. Padahal, semua sepakat sampai saat ini korupsi adalah kejahatan extra ordinary. Janji penerbitan Perpu seakan hilang tanpa bekas. Ini menunjukkan roadmap pemberantasan korupsi mulai hilang," jelas Mardani.

Presiden terpilih Joko Widodo (tengah) bersama wakil presiden terpilih Maruf Amin (kiri) saat menyaksikan hasil hitung cepat Pemilu Presiden 2019 di Jakarta

Mardani juga menyoroti pemerintahan Jokowi yang lebih sibuk mengurus perpindahan Ibu Kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Lalu, yang tak kalah menarik perhatian menyangkut RUU Omnibus Law. Kebijakan ini akan menjadi persoalan karena akan menghapus banyak UU.

"Kekosongan hukum bisa terjadi dan melemahkan budaya penegakan hukum yang menjadi pilar negara maju. Ada kecenderungan meminggirkan hak-hak pekerja. Sedangkan hak-hak pemodal dikedepankan. Atas nama investasi semua seakan dimudahkan," sebutnya.

Tak ketinggalan, skandal korupsi PT Asuransi Jiwasraya yang menyedot perhatian publik. Ditaksir sedikitnya Rp13,7 triliun uang negara dirugikan dari kasus ini. Menurut Mardani, harapan membentuk Panitia Khusus atau Pansus kasus Jiwasraya di DPR pun bertepuk sebelah tangan.

"Ketakutan dalam penyelesaian kasus Jiwasraya hingga ada indikasi tidak perlu membentuk Pansus. Ini membuat arah penegakan hukum kian tidak jelas. Padahal masyarakat yang berinvestasi di sini merupakan wujud percayanya mereka dengan BUMN, dengan negara," ujarnya.

Jokowi Merespons

Dikritik kinerjanya, Jokowi menjelaskan pemerintahan di periode keduanya ini juga tak menargetkan 100 hari kerja. Ia menekankan hal ini juga sudah disampaikan setelah perkenalan dan pelantikan para menteri Kabinet Indonesia Maju, 22 Oktober 2019 lalu.

"Saya sampaikan sejak awal tidak ada 100 hari karena ini keberlanjutan dari periode pertama ke kedua. Ini terus ini. Enggak ada ini berhenti terus mulai lagi, enggak ada. Ini terus," kata Jokowi di Puspitek Tangerang Selatan, Banten, Kamis 30 Januari 2020.

Meski tak menetapkan 100 hari kerja, Jokowi mengatakan sudah memberikan key performance indicator (KPI) kepada para menteri. Salah satunya, jajaran menteri itu harus bekerja secara cepat dan tidak jalan di tempat.

"Sudah saya beri KPI sendiri-sendiri, yang jelas yang konkret-konkret. Jelas angka-angka jelas semuanya. Tanyakan langsung ke menteri-menteri semunya harus berada posisi speed yang tinggi karena kita memiliki target," kata eks Wali Kota Solo itu.(*)




Loading...
loading...

Berita Lainnya

Berita Terkini

© Copyright 2019 cmbcindonesia.com | All Right Reserved