CMBC Indonesia - Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla) menyebut, ada 50 lebih kapal nelayan China berlayar bebas di perairan Natuna, Kepulauan Riau.
Puluhan kapal pencari ikan di laut Indonesia itu bahkan mendapat pengawalan dari kapal perang dan penjaga pantai China.
“Per hari ini, kapal-kapal China masih ada di perairan kita. Masih, masih ada,” kata Direktur Operasi Laut Bakamla, Laksamana Pertama Nursyawal Embun, Kamis (2/1/2020).
Pihaknya sejatinya sudah berupaya mengusir kapal-kapal China itu dari zona eksklusif ekonomi (ZEE) Indonesia.
Yakni sejak pertama kali ditemukan pada 10 Desember 2019 lalu.
Awalnya, kapal-kapal tersebut menurut dan meninggalkan perairan Indonesia setelah diusir.
Namun mereka kembali lagi memasuki perairan Indonesia di sekitar perairan Laut Natuna.
Anehnya, saat dicek di radar, jumlah kapal-kapal China itu hanya beberapa.
“Ketika kami cek ke lapangan, kapal-kapal itu jumlahnya di atas 50-an dan dikawal dua coast guard dan satu kapal fregat Angkatan Laut China,” beber Nursyawal.
Sementara, Kadispen Komando Armada I, Letkol Laut Pelaut Fajar Tri Rohadi menyatakan, kapal China kali terakhir terdeteksi masuk ZEE Indonesia pada 31 Desember 2019.
Tepat sehari setelah nota protes diplomatik dilayangkan Kemenlu.
“Dari Kemenlu sudah memanggil, melayangkan surat juga untuk rapat penyelesainnya gimana,” ungkap dia.
Hingga kemarin (2/1), kata Fajar, KRI Tjiptadi 381 dan KRI Teuku Umar 385 masih berada di sekitar Laut Natuna Utara.
Dua kapal perang jenis korvet itu berada di sana guna membantu KN Teluk Datu milik Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Dia mengatakan, kehadiran kapal-kapal Coast Guard Tiongkok memaksa TNI-AL dan Bakamla bereaksi.
Mereka berusaha menghalau dan mengusir kapal-kapal coast guard yang melindungi kapal nelayan Tiongkok.
Menurut Fajar, Senin lalu (30/12) KRI Tjiptadi 381 yang tengah berpatroli di Laut Natuna Utara sempat mendeteksi keberadaan kapal coast guard dan kapal nelayan Tiongkok.
Laporan yang diterima Fajar menyebutkan, posisi kapal itu adalah 05 14 14 U 109 22 44 T dengan jarak 11,5 nautical mile dari KRI Tjiptadi 381.
Kapal-kapal berbendera Tiongkok itu, lanjut dia, termonitor bergerak ke arah selatan dengan kecepatan 3 knot.
Setelah KRI Tjiptadi 381 mendekat, baru diketahui kapal tersebut adalah milik Coast Guard Tiongkok dengan nomor lambung 4301.
Kapal itu tampak berada di belakang kapal nelayan Tiongkok.
“Mengawal beberapa kapal ikan China melakukan aktivitas perikanan,” imbuhnya.
Karena masih berada di ZEE Indonesia, KRI Tjiptadi 381 melakukan kontak dengan kapal Coast Guard Tiongkok itu.
Sebab, kata Fajar, siapa pun tidak diperbolehkan mengambil ikan secara ilegal di ZEE Indonesia.
Selain berusaha mengingatkan kapal Coast Guard Tiongkok, Fajar menyebutkan, unsur KRI dari Komando Armada I di Laut Natuna Utara berusaha supaya kapal-kapal itu tidak lagi melindungi kapal nelayan mereka.
“Koarmada I tetap berkomitmen melaksanakan tugas pokok dan berpegang pada prosedur,” bebernya.[psid]
Puluhan kapal pencari ikan di laut Indonesia itu bahkan mendapat pengawalan dari kapal perang dan penjaga pantai China.
“Per hari ini, kapal-kapal China masih ada di perairan kita. Masih, masih ada,” kata Direktur Operasi Laut Bakamla, Laksamana Pertama Nursyawal Embun, Kamis (2/1/2020).
Pihaknya sejatinya sudah berupaya mengusir kapal-kapal China itu dari zona eksklusif ekonomi (ZEE) Indonesia.
Yakni sejak pertama kali ditemukan pada 10 Desember 2019 lalu.
Awalnya, kapal-kapal tersebut menurut dan meninggalkan perairan Indonesia setelah diusir.
Namun mereka kembali lagi memasuki perairan Indonesia di sekitar perairan Laut Natuna.
Anehnya, saat dicek di radar, jumlah kapal-kapal China itu hanya beberapa.
“Ketika kami cek ke lapangan, kapal-kapal itu jumlahnya di atas 50-an dan dikawal dua coast guard dan satu kapal fregat Angkatan Laut China,” beber Nursyawal.
Sementara, Kadispen Komando Armada I, Letkol Laut Pelaut Fajar Tri Rohadi menyatakan, kapal China kali terakhir terdeteksi masuk ZEE Indonesia pada 31 Desember 2019.
Tepat sehari setelah nota protes diplomatik dilayangkan Kemenlu.
“Dari Kemenlu sudah memanggil, melayangkan surat juga untuk rapat penyelesainnya gimana,” ungkap dia.
Hingga kemarin (2/1), kata Fajar, KRI Tjiptadi 381 dan KRI Teuku Umar 385 masih berada di sekitar Laut Natuna Utara.
Dua kapal perang jenis korvet itu berada di sana guna membantu KN Teluk Datu milik Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Dia mengatakan, kehadiran kapal-kapal Coast Guard Tiongkok memaksa TNI-AL dan Bakamla bereaksi.
Mereka berusaha menghalau dan mengusir kapal-kapal coast guard yang melindungi kapal nelayan Tiongkok.
Menurut Fajar, Senin lalu (30/12) KRI Tjiptadi 381 yang tengah berpatroli di Laut Natuna Utara sempat mendeteksi keberadaan kapal coast guard dan kapal nelayan Tiongkok.
Laporan yang diterima Fajar menyebutkan, posisi kapal itu adalah 05 14 14 U 109 22 44 T dengan jarak 11,5 nautical mile dari KRI Tjiptadi 381.
Kapal-kapal berbendera Tiongkok itu, lanjut dia, termonitor bergerak ke arah selatan dengan kecepatan 3 knot.
Setelah KRI Tjiptadi 381 mendekat, baru diketahui kapal tersebut adalah milik Coast Guard Tiongkok dengan nomor lambung 4301.
Kapal itu tampak berada di belakang kapal nelayan Tiongkok.
“Mengawal beberapa kapal ikan China melakukan aktivitas perikanan,” imbuhnya.
Karena masih berada di ZEE Indonesia, KRI Tjiptadi 381 melakukan kontak dengan kapal Coast Guard Tiongkok itu.
Sebab, kata Fajar, siapa pun tidak diperbolehkan mengambil ikan secara ilegal di ZEE Indonesia.
Selain berusaha mengingatkan kapal Coast Guard Tiongkok, Fajar menyebutkan, unsur KRI dari Komando Armada I di Laut Natuna Utara berusaha supaya kapal-kapal itu tidak lagi melindungi kapal nelayan mereka.
“Koarmada I tetap berkomitmen melaksanakan tugas pokok dan berpegang pada prosedur,” bebernya.[psid]
Loading...
loading...