CMBC Indonesia - Pihak Istana menjawab kritik dari PKB soal Menteri Agama yang dipilih Presiden Joko Widodo (Jokowi) berlatar belakang militer. Jokowi dinilai memiliki pertimbangan tersendiri dalam memilih para pembantunya di kabinet.
"Presiden saya kira mempunyai pertimbangan sendiri, memiliki kebijaksanaan sendiri dalam soal-soal penentuan kabinetnya," kata Tenaga Ahli Utama Kedeputian Komunikasi Politik KSP Donny Gahral kepada wartawan, Minggu (9/2/2020).
Donny meminta kabinet Jokowi diberikan ruang untuk bekerja. Menurutnya, waktu 100 hari terlalu singkat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah.
Jadi kita sudah mendapatkan kabinet yang dipilh Jokowi, ya kita berikan ruang mereka untuk bekerja, 100 hari saya kira terlalu singkat untuk melakukan evaluasi apapun yang sekarang ditudingkan kepada Kabinet Indonesia Maju," ujarnya.
Menurut Donny, menilai semua pihak berhak beropini tentang kabinet. Namun, ia meminta opini itu tidak menekan Jokowi dalam mengambil keputusan.
"Saya kira kembali lagi dalam negara demokrasi semua boleh berpendapat, semua boleh beropini tentang apapun, tentang termausk kabinet. Tentu saja tidak kemudian menjadi semacam tekanan bagi Presiden untuk memutuskan sesuatu," ujar Donny.
Sebelumnya diberitakan, politikus PKB Luluk Nur Hamidah memberikan catatan terkait 100 hari kerja kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal menteri yang menurutnya salah pilih, salah satunya adalah Menag Fachrul Razi. Dia mempertanyakan keputusan Jokowi memilih Menteri Agama dari basis militer.
"Misal termasuk pilihan Menteri Agama, saya kira itu bukan hanya nahdliyin, tapi bangsa Indonesia juga kaget-kaget, atas dasar apa sih militer harus jadi Menteri Agama, ini eranya era baru, Pak Jokowi juga orang sipil, masa kini, kekinian, milenial tapi kok milih Menag saja harus militer," ucap Luluk, Sabtu (8/2).
Luluk menyebut Fachrul tidak segarang yang diperkenalkan di awal. Menurutnya, Fachrul juga terlalu banyak berkompromi dengan organisasi yang jelas dilarang oleh pemerintah.
"Kita mau perang sama siapa? Kalau konteksnya perang ideologi, nggak perlu jenderal itu, karena nggak jelas soalnya. Dulu semangat, oke (hentikan) HTI, tapi nyatanya kompromi lagi. Kita itu selalu main-main terus di atas ombak, dan itu berbahaya," ujar Luluk.(dtk)
"Presiden saya kira mempunyai pertimbangan sendiri, memiliki kebijaksanaan sendiri dalam soal-soal penentuan kabinetnya," kata Tenaga Ahli Utama Kedeputian Komunikasi Politik KSP Donny Gahral kepada wartawan, Minggu (9/2/2020).
Donny meminta kabinet Jokowi diberikan ruang untuk bekerja. Menurutnya, waktu 100 hari terlalu singkat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah.
Jadi kita sudah mendapatkan kabinet yang dipilh Jokowi, ya kita berikan ruang mereka untuk bekerja, 100 hari saya kira terlalu singkat untuk melakukan evaluasi apapun yang sekarang ditudingkan kepada Kabinet Indonesia Maju," ujarnya.
Menurut Donny, menilai semua pihak berhak beropini tentang kabinet. Namun, ia meminta opini itu tidak menekan Jokowi dalam mengambil keputusan.
"Saya kira kembali lagi dalam negara demokrasi semua boleh berpendapat, semua boleh beropini tentang apapun, tentang termausk kabinet. Tentu saja tidak kemudian menjadi semacam tekanan bagi Presiden untuk memutuskan sesuatu," ujar Donny.
Sebelumnya diberitakan, politikus PKB Luluk Nur Hamidah memberikan catatan terkait 100 hari kerja kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal menteri yang menurutnya salah pilih, salah satunya adalah Menag Fachrul Razi. Dia mempertanyakan keputusan Jokowi memilih Menteri Agama dari basis militer.
"Misal termasuk pilihan Menteri Agama, saya kira itu bukan hanya nahdliyin, tapi bangsa Indonesia juga kaget-kaget, atas dasar apa sih militer harus jadi Menteri Agama, ini eranya era baru, Pak Jokowi juga orang sipil, masa kini, kekinian, milenial tapi kok milih Menag saja harus militer," ucap Luluk, Sabtu (8/2).
Luluk menyebut Fachrul tidak segarang yang diperkenalkan di awal. Menurutnya, Fachrul juga terlalu banyak berkompromi dengan organisasi yang jelas dilarang oleh pemerintah.
"Kita mau perang sama siapa? Kalau konteksnya perang ideologi, nggak perlu jenderal itu, karena nggak jelas soalnya. Dulu semangat, oke (hentikan) HTI, tapi nyatanya kompromi lagi. Kita itu selalu main-main terus di atas ombak, dan itu berbahaya," ujar Luluk.(dtk)
Loading...
loading...