CMBC Indonesia - Laju ekspor-impor China mengalami kontraksi tajam dalam dua bulan pertama tahun ini akibat penyebaran virus corona. Dikutip dari Reuters, Minggu (8/3), virus tersebut telah menyebabkan gangguan besar kegiatan bisnis, rantai pasokan global, dan aktivitas ekonomi.
China melaporkan kinerja ekspor turun 17,2 persen, terbesar sejak Februari 2019 selama perang dagang dengan Amerika Serikat. Selain itu impor juga merosot 4 persen dibanding tahun sebelumnya.
Wabah virus corona ini membuat aktivitas pabrik melambat selama bulan Februari. Bahkan perlambatan ini lebih buruk daripada kondisi selama krisis keuangan global.
Beberapa pabrik manufaktur telah melaporkan hal tersebut sejak minggu lalu. Melambatnya aktivitas produksi disebabkan jumlah pesanan baru menurun tajam.
Virus corona ini telah menewaskan lebih dari 3.000 orang dan menginfeksi lebih dari 80.000 orang di Cina. Meskipun jumlah infeksi baru di China menurun, namun beberapa analis mengatakan banyak bisnis membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih. Bahkan beberapa pihak memprediksi sektor produksi belum akan beroperasi normal hingga April mendatang.
Proses recovery tersebut tentunya juga akan mengancam perekonomian dari negara-negara yang menjadi mitra dagang utama China. Sebab banyak di antaranya sangat bergantung pada suku cadang dan komponen buatan China.
Penurunan perekonomian di China ini juga disebabkan adanya pembatasan perjalanan dan karantina. Hal ini membuat orang-orang tidak dapat kembali bekerja sehingga mengganggu aktivitas mulai dari pabrik hingga pelabuhan.
Begitupun beberapa perusahaan yang telah berhasil beroperasi kembali, mereka harus menghadapi kondisi kekurangan suku cadang dan bahan baku lainnya serta tenaga kerja.
Salah satu daerah di Provinsi Hubei Tengah, yang menjadi pusat penyebaran virus sekaligus pusat transportasi dan manufaktur, diperkirakan akan tetap terkunci hingga bulan ini.
Analis di Nomura memperkirakan hanya 44 persen dari bisnis yang paling parah terkena wabah telah kembali beroperasi pada 1 Maret. Sedangkan jika dilihat secara keseluruhan, sekitar 62,1 persen bisnis sudah mulai beroperasi kembali.
Dengan demikian, mereka memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan merosot sebanyak 2 persen pada kuartal pertama 2020. Sebelumnya pertumbuhan ekonomi China tercatat sebesar 6 persen.
Untuk menghadapi situasi ini, Beijing sejatinya telah melakukan langkah-langkah dukungan, termasuk menawarkan pinjaman murah untuk bisnis yang terkena dampak. Langkah-langkah tersebut diharapkan dapat meredam dampak epidemi terhadap ekonomi.
Indonesia sebagai mitra dagang China, dipastikan akan ikut terdampak dari anjloknya perekonomian Negeri Tirai Bambu. Analisis sensitivitas menunjukkan 1 persen penurunan ekonomi China bisa berdampak penurunan ekonomi Indonesia 0,1 sampai 0,3 persen.
Artinya, jika ekonomi China melambat 1 persen tahun ini, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa menurun menjadi di bawah 5 persen tahun 2020.(kp)
Loading...
loading...