CMBC Indonesia - Sedikitnya 2.983 babi yang tersebar di lima kabupaten/kota di Nusa Tenggara Timur (NTT) mati, akibat terserang virus African swine fever (ASF) atau demam babi Afrika. Karena itu, Pemerintah NTT menetapkan status siaga satu virus demam babi Afrika.
"Sementara ini, kita masuk kategori siaga satu agar tidak menjangkit ke tempat lain," kata Kepala Dinas Peternakan NTT, Dani Suhadi kepada wartawan, Senin, 2 Maret 2020.
Lima kabupaten yang terserang virus ASF yakni Belu, Malaka, Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan, Kabupaten Kupang dan Kota Kupang. Hanya Flores yang belum terjangkit Virus ASF.
Menurut Dani, pihaknya telah mengambil langkah-langkah antisipasi penyebaran virus tersebut. Di antaranya adanya surat edaran Gubernur NTT, Viktor Laiskodat yang melarang babi untuk masuk dan keluar dari NTT.
"Kami perkuat pengawasan di karantina sesuai instruksi Gubernur yang melarang masuk dan keluarnya babi dari NTT," katanya.
Pencegahan lain yang dilakukan, lanjut dia, dengan melakukan disinfektan kandang-kandang babi yang terserang Virus ASF. "Tidak semua kandang babi terserang virus ASF, masih ada kandang babi yang aman dari virus itu," katanya.
Dia berharap dengan langkah pencegahan ini dapat mengantisipasi merebaknya virus ASF di NTT, termasuk merebak ke Pulau Flores dan Sumba. "Kalau bisa janganlah merebak hingga Flores," harapnya.
Dia mengatakan Dinas Peternakan NTT belum mengambil langkah lebih jauh, karena khusus virus ini belum ada vaksinnya. "Jangankan Indonesia, Cina saja harus memusnahkan babi yang terinfeksi dan memulai baru," ujarnya.
Terkait larangan konsumsi daging babi, dia meminta masyarakat untuk tidak takut konsumsi daging babi, karena virus ASF tidak sonosis atau berjangkit ke manusia. "Masyarakat tidak perlu khawatir, karena virus ini tidak menjangkit ke manusia," katanya.
Anggota DPRD NTT, Kasimirus Kolo meminta pemerintah untuk segera menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) virus demam babi Afrika, sehingga bisa ada bantuan dari pemerintah pusat untuk mengatasi penyebaran virus ini. "Kami minta dinas untuk siapkan syarat-syaratnya agar ditetapkan status KLB," katanya.
Menanggapi itu, Dani Suhadi mengatakan penetapan status KLB harus dimulai dari tingkat kabupaten, dan harus memenuhi syarat dengan data-data yang valid. "Ada syarat untuk tetapkan KLB, termasuk dampaknya kepada masyarakat," ujarnya.
Populasi babi di NTT mencapai 2 juta lebih ekor, sehingga dengan jumlah babi yang mati, maka baru sekitar 0,01 persen yang terjangkit.(tco)
Loading...
loading...