CMBC Indonesia - Presiden Keenam Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengajak seluruh elemen kian intensif berupaya untuk menyelamatkan rakyat Indonesia dari ancaman wabah virus corona. Sayangnya, ancaman mempolisikan rakyat saat angka kematian terkait virus yang pertama kali muncul di Kota Wuhan, Cina tersebut justru terjadi.
SBY menegaskan, krisis pandemi Covid-19 belum berakhir. Untuk itu, dia mengajak seluruh pihak bekerja sama melawan virus corona. “Pertama, saya melihat masih ada elemen di negeri ini yang belum benar-benar fokus dan tidak bekerja sesuai prioritasnya. Ingat, first thing first, waktu dan sumber daya kita terbatas sehingga harus diarahkan kepada kepentingan dan sasaran utama kita saat ini,” kata SBY, Rabu (8/4).
Kedua, SBY menyayangkan justru ada hal yang tak sepatutnya terjadi di situasi saat ini, yakni terjadi ketegangan antara elemen masyarakat dengan para pejabat pemerintah. Dalam pengamatannya di beberapa hari terakhir, adanya ancaman untuk mempolisikan warga yang salah bicara. Khususnya, kata dia, yang dianggap melakukan penghinaan kepada presiden ataupun para pejabat negara.
“Mumpung ketegangan ini belum meningkat, dengan segala kerendahan hati saya bermohon agar masalah tersebut dapat ditangani dengan tepat dan bijak. Kalau hal ini makin menjadi-jadi, sedih dan malu kita kepada rakyat,” ujarnya.
“Rakyat sedang dilanda ketakutan dan juga mengalami kesulitan hidup karena terjadinya wabah corona. Juga malu kepada dunia, karena saya amati hal begini tidak terjadi di negara lain,” ungkapnya.
Berkaitan dengan alasan pertama, SBY meminta agar tetap fokus pada penanganan virus corona. Dia percaya semua pihak pasti sepakat untuk melakukannya, termasuk jajaran pemerintah yang saat ini juga sedang berupaya sekuat tenaga.
“Yang ingin saya tanggapi adalah terjadinya ketegangan baru antara unsur masyarakat dengan pihak pemerintah, ketegangan vertikal seperti ini sebenarnya tidak perlu terjadi. Tidakkah kita justru harus makin kompak, makin bersatu dan makin efektif dalam kerjasama memerangi virus corona saat ini?,” ucapnya.
“Saya pahami ini sebagai peringatan (warning), bukan ancaman dari pihak yang memiliki kekuasaan di bidang hukum. Mengapa saya katakan ini sebenarnya klasik dan tidak luar biasa, karena hal begini kerap terjadi di sebuah negara, sekalipun negara itu menganut sistem demokrasi,” ujarnya.
Dia menuturkan, kondisi tersebut lumrah di negara demokrasi. Termasuk, di negara yang demokrasinya masih mencari bentuk dan model paling tepat. Ataupun, kata dia, di negara yang memiliki pranata hukum warisan era kolonialisme. Sistem hukum yang memberikan hak (power) kepada penguasa, untuk menghukum warga negara yang didakwa menghina atau tidak hormat.
“Yang menjadi luar biasa adalah kalau hukum-menghukum ini sungguh terjadi ketika kita tengah menghadapi ancaman corona yang serius saat ini. Jujur, dalam hati saya harus bertanya mengapa harus ada kegaduhan sosial-politik seperti ini?,” katanya.
Ia mengingatkan bahwa situasi seperti ini yang bisa memunculkan benturan antara elemen masyarakat dengan pihak pemerintah. Apalagi kalau sebelumnya sudah ada benih-benih ketidak-cocokan dan ketidak-sukaan.
Misalnya, sebagian masyarakat tidak suka sama pejabat A dan pejabat B. Atau pemerintah sudah memasukkan si C dan si D sebagai lawan pemerintah.
“Saya mengamati ada benih-benih dan masalah bawaan seperti ini di negara kita. Dalam situasi sosial yang tidak stabil dan penuh tension, seperti di era wabah corona saat ini, benturan sangat mungkin terjadi,” tuturnya.
Dia mengaku bukan ahli psikologi, termasuk psikologi sosial dan psikologi pandemi. Dia juga bukan seorang dokter yang ahli tentang virus corona.
“Saya hanyalah seorang yang pernah berada di dalam pemerintahan ketika menghadapi situasi krisis, dan kini berada di barisan masyarakat yang mengerti apa perasaan dan harapan mereka. Barangkali hanya inilah modal yang saya miliki,” ucapnya.
Karenanya, dia memberikan saran-saran sederhana, pertama kepada masyarakat janganlah selalu apriori terhadap apa saja yang dilakukan pemerintah. Termasuk, kebijakan dan tindakannya.
“Jangan terlalu cepat menuduh pemerintah sebagai tidak serius, bahkan tidak berbuat apa-apa. Menurut saya, tidak ada di dunia ini yang pemerintahnya berpangku tangan dan tidak berbuat yang semestinya dalam menghadapi wabah korona dewasa ini,” katanya.
Sebaiknya, warga masyarakat jika berbicara atau berkomentar tidak melampaui batas. Termasuk jika mengkritik atau berkomentar tentang presiden dan para pemimpin kita yang lain.
Kebebasan berbicara yang dijamin oleh konstitusi dan undang-undang pun ada batasnya. Masyarakat yang baik dan cerdas akan tetap bisa menyampaikan pendapat dan kritik-kritiknya, tanpa harus melakukan penghinaan, hujatan dan caci maki yang kasar dan melampaui kepatutannya.
“Saya berpendapat, di negeri ini siapapun bisa mengutarakan pandangan bahkan mengkritik secara lugas dan terbuka. Namun, tetaplah pandangan dan kritik itu disampaikan dengan kata-kata yang berkeadaban,” ujar dia.
Adapun pandangan dan saran kepada pemerintah, dalam keadaan darurat dan sekaligus krisis seperti sekarang ini, sebaiknya pemerintah bisa mencegah terjadinya masalah baru. Misalnya masalah sosial, ataupun masalah politik, yang bisa mengganggu upaya pemerintah menyelamatkan rakyat dari wabah virus korona yang mematikan ini.
“Maka, alangkah baiknya kalau yang diutamakan adalah tindakan yang persuasif terlebih dahulu. Kalau sudah tidak mempan, memang benar-benar keterlaluan dan tidak ada cara lain, barulah pendekatan hukum yang dilakukan,” katanya.
Saya hanya tidak ingin negara dan pemerintah menghadapi banyak “front”. Sebagai seorang prajurit yang hampir 30 tahun mengabdi di bidang pertahanan dan keamanan negara, kita diajarkan janganlah membuka medan permusuhan yang terlalu banyak.
“Padahal, sebagaimana pandangan saya sebelumnya, justru saat ini kita harus kompak dan fokus pada upaya besar menghentikan virus korona di tanah air kita,” katanya.
Bahkan, SBY bermohon, janganlah pejabat pemerintah mengeluarkan pernyataan yang menimbulkan antipati baru, bahkan perlawanan dari rakyatnya. Jangan pula pernyataan itu melukai mereka-mereka yang justru ingin membantu pemerintah.
Misalnya, dengan mudahnya mengatakan yang bersuara kritis itu pastilah mereka yang berasal dari pemerintahan yang lalu. Berarti pemerintahan yang dia pimpin dulu atau berasal dari kalangan yang tidak ada di kabinet sekarang ini.
“Tuduhan gegabah seperti ini hanya akan membuka front baru. Front yang sangat tidak diperlukan ketika kita harus bersatu menghadapi virus korona dan tekanan ekonomi yang berat saat ini,” ujarnya.
Dia juga meminta agar pemerintah tidak alergi terhadap pandangan dan saran dari pihak di luar pemerintahan. Banyak kalangan yang menyampaikan pikirannya, mungkin sedikit kritis, tetapi mereka-mereka itu sangat pro pemerintah. Juga sangat mendukung Presiden Jokowi.
“Apapun yang terjadi di negeri ini, kami akan tetap tinggal di sini. Jika ada prahara dan masalah besar yang dihadapi negara, kami juga siap dan akan menjadi bagian dari solusi bersama negara dan pemerintah,” ujarnya. []
SBY menegaskan, krisis pandemi Covid-19 belum berakhir. Untuk itu, dia mengajak seluruh pihak bekerja sama melawan virus corona. “Pertama, saya melihat masih ada elemen di negeri ini yang belum benar-benar fokus dan tidak bekerja sesuai prioritasnya. Ingat, first thing first, waktu dan sumber daya kita terbatas sehingga harus diarahkan kepada kepentingan dan sasaran utama kita saat ini,” kata SBY, Rabu (8/4).
Kedua, SBY menyayangkan justru ada hal yang tak sepatutnya terjadi di situasi saat ini, yakni terjadi ketegangan antara elemen masyarakat dengan para pejabat pemerintah. Dalam pengamatannya di beberapa hari terakhir, adanya ancaman untuk mempolisikan warga yang salah bicara. Khususnya, kata dia, yang dianggap melakukan penghinaan kepada presiden ataupun para pejabat negara.
“Mumpung ketegangan ini belum meningkat, dengan segala kerendahan hati saya bermohon agar masalah tersebut dapat ditangani dengan tepat dan bijak. Kalau hal ini makin menjadi-jadi, sedih dan malu kita kepada rakyat,” ujarnya.
“Rakyat sedang dilanda ketakutan dan juga mengalami kesulitan hidup karena terjadinya wabah corona. Juga malu kepada dunia, karena saya amati hal begini tidak terjadi di negara lain,” ungkapnya.
Berkaitan dengan alasan pertama, SBY meminta agar tetap fokus pada penanganan virus corona. Dia percaya semua pihak pasti sepakat untuk melakukannya, termasuk jajaran pemerintah yang saat ini juga sedang berupaya sekuat tenaga.
“Yang ingin saya tanggapi adalah terjadinya ketegangan baru antara unsur masyarakat dengan pihak pemerintah, ketegangan vertikal seperti ini sebenarnya tidak perlu terjadi. Tidakkah kita justru harus makin kompak, makin bersatu dan makin efektif dalam kerjasama memerangi virus corona saat ini?,” ucapnya.
“Saya pahami ini sebagai peringatan (warning), bukan ancaman dari pihak yang memiliki kekuasaan di bidang hukum. Mengapa saya katakan ini sebenarnya klasik dan tidak luar biasa, karena hal begini kerap terjadi di sebuah negara, sekalipun negara itu menganut sistem demokrasi,” ujarnya.
Dia menuturkan, kondisi tersebut lumrah di negara demokrasi. Termasuk, di negara yang demokrasinya masih mencari bentuk dan model paling tepat. Ataupun, kata dia, di negara yang memiliki pranata hukum warisan era kolonialisme. Sistem hukum yang memberikan hak (power) kepada penguasa, untuk menghukum warga negara yang didakwa menghina atau tidak hormat.
“Yang menjadi luar biasa adalah kalau hukum-menghukum ini sungguh terjadi ketika kita tengah menghadapi ancaman corona yang serius saat ini. Jujur, dalam hati saya harus bertanya mengapa harus ada kegaduhan sosial-politik seperti ini?,” katanya.
Ia mengingatkan bahwa situasi seperti ini yang bisa memunculkan benturan antara elemen masyarakat dengan pihak pemerintah. Apalagi kalau sebelumnya sudah ada benih-benih ketidak-cocokan dan ketidak-sukaan.
Misalnya, sebagian masyarakat tidak suka sama pejabat A dan pejabat B. Atau pemerintah sudah memasukkan si C dan si D sebagai lawan pemerintah.
“Saya mengamati ada benih-benih dan masalah bawaan seperti ini di negara kita. Dalam situasi sosial yang tidak stabil dan penuh tension, seperti di era wabah corona saat ini, benturan sangat mungkin terjadi,” tuturnya.
Dia mengaku bukan ahli psikologi, termasuk psikologi sosial dan psikologi pandemi. Dia juga bukan seorang dokter yang ahli tentang virus corona.
“Saya hanyalah seorang yang pernah berada di dalam pemerintahan ketika menghadapi situasi krisis, dan kini berada di barisan masyarakat yang mengerti apa perasaan dan harapan mereka. Barangkali hanya inilah modal yang saya miliki,” ucapnya.
Karenanya, dia memberikan saran-saran sederhana, pertama kepada masyarakat janganlah selalu apriori terhadap apa saja yang dilakukan pemerintah. Termasuk, kebijakan dan tindakannya.
“Jangan terlalu cepat menuduh pemerintah sebagai tidak serius, bahkan tidak berbuat apa-apa. Menurut saya, tidak ada di dunia ini yang pemerintahnya berpangku tangan dan tidak berbuat yang semestinya dalam menghadapi wabah korona dewasa ini,” katanya.
Sebaiknya, warga masyarakat jika berbicara atau berkomentar tidak melampaui batas. Termasuk jika mengkritik atau berkomentar tentang presiden dan para pemimpin kita yang lain.
Kebebasan berbicara yang dijamin oleh konstitusi dan undang-undang pun ada batasnya. Masyarakat yang baik dan cerdas akan tetap bisa menyampaikan pendapat dan kritik-kritiknya, tanpa harus melakukan penghinaan, hujatan dan caci maki yang kasar dan melampaui kepatutannya.
“Saya berpendapat, di negeri ini siapapun bisa mengutarakan pandangan bahkan mengkritik secara lugas dan terbuka. Namun, tetaplah pandangan dan kritik itu disampaikan dengan kata-kata yang berkeadaban,” ujar dia.
Adapun pandangan dan saran kepada pemerintah, dalam keadaan darurat dan sekaligus krisis seperti sekarang ini, sebaiknya pemerintah bisa mencegah terjadinya masalah baru. Misalnya masalah sosial, ataupun masalah politik, yang bisa mengganggu upaya pemerintah menyelamatkan rakyat dari wabah virus korona yang mematikan ini.
“Maka, alangkah baiknya kalau yang diutamakan adalah tindakan yang persuasif terlebih dahulu. Kalau sudah tidak mempan, memang benar-benar keterlaluan dan tidak ada cara lain, barulah pendekatan hukum yang dilakukan,” katanya.
Saya hanya tidak ingin negara dan pemerintah menghadapi banyak “front”. Sebagai seorang prajurit yang hampir 30 tahun mengabdi di bidang pertahanan dan keamanan negara, kita diajarkan janganlah membuka medan permusuhan yang terlalu banyak.
“Padahal, sebagaimana pandangan saya sebelumnya, justru saat ini kita harus kompak dan fokus pada upaya besar menghentikan virus korona di tanah air kita,” katanya.
Bahkan, SBY bermohon, janganlah pejabat pemerintah mengeluarkan pernyataan yang menimbulkan antipati baru, bahkan perlawanan dari rakyatnya. Jangan pula pernyataan itu melukai mereka-mereka yang justru ingin membantu pemerintah.
Misalnya, dengan mudahnya mengatakan yang bersuara kritis itu pastilah mereka yang berasal dari pemerintahan yang lalu. Berarti pemerintahan yang dia pimpin dulu atau berasal dari kalangan yang tidak ada di kabinet sekarang ini.
“Tuduhan gegabah seperti ini hanya akan membuka front baru. Front yang sangat tidak diperlukan ketika kita harus bersatu menghadapi virus korona dan tekanan ekonomi yang berat saat ini,” ujarnya.
Dia juga meminta agar pemerintah tidak alergi terhadap pandangan dan saran dari pihak di luar pemerintahan. Banyak kalangan yang menyampaikan pikirannya, mungkin sedikit kritis, tetapi mereka-mereka itu sangat pro pemerintah. Juga sangat mendukung Presiden Jokowi.
“Apapun yang terjadi di negeri ini, kami akan tetap tinggal di sini. Jika ada prahara dan masalah besar yang dihadapi negara, kami juga siap dan akan menjadi bagian dari solusi bersama negara dan pemerintah,” ujarnya. []
Loading...
loading...