CMBC Indonesia - Usulan yang diajukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar Bank Indonesia (BI) mencetak uang hingga Rp 600 triliun, dinilai justru akan makin menekan perekonomian tanah air. Butuh sistem pengawasan yang kuat dan ketat agar dana superbesar itu tak lantas disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu.
Usulan Banggar DPR RI tersebut pun jadi pertanyaan besar di benak Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono. Bahkan Arief menilai, hal ini berpotensi menjadi BLBI jilid kedua.
"Atau jangan-jangan jualannya Bu Menkeu berupa global bond dalam denominasi mata uang asing kagak ada yang beli kali ya, atau cuma sedikit yang beli. Jadi ya satu-satu nya jalan ya cetak rupiah," ucap Arief Poyuono, melalui keterangannya, Rabu (6/5).
Dia menambahkan, "It's Ok sih cetak uang rupiah sebanyak itu oleh BI, tapi kalau pengawasan dan pengendalian tidak bagus maka akan jadi kiamat ekonomi Indonesia."
Pengawasan ini harus ketat dilakukan pemerintah. Jangan sampai suntikan dana kepada sejumlah pengusaha dan bank yang mengaku usahanya hancur akibat Covid-19, disalahgunakan oleh mereka.
Misalnya, imbuh Arief, begitu dapet dana langsung ditukarkan dengan mata uang dolar AS dan dolar Singapura. Kemudian disimpan di luar negeri dan habis itu menyatakan bangkrut dan menyerahkan aset-aset sampah ke pemerintah.
"Memang dengan tren adanya Modern Monetary Theory yang sangat ramai menjadi diskusi para ekonom dunia. Salah satu anjuran teori itu adalah jika sisi pengeluaran negara defisit maka caranya ya cetak duit, dengan pemerintah menerbitkan Surat Utang Negara dan dibeli oleh Bank Indonesi," ujarnya.
Namun demikian, lanjut Arief, ada banyak syarat agar pencetakan uang tidak menimbulkan inflasi.
Syaratnya, ekonomi negara tersebut harus full employment, uang yang dicetak digunakan untuk belanja fasilitas-fasilitas kesehatan gratis bagi masyarakat, pendidikan gratis, pembangunan infrastruktur pangan untuk mengerakan pembukaan lahan sawah baru dan infrastruktur lainnya oleh pemerintah.
Arief menambahkan, jika mencetak uang hanya untuk menalangi para konglomerat dan perusahaannya serta bank-bank swasta yang memang performance keuangan sudah negatif sebelum ada wabah Covid-19, yang bisa terjadi malah pengulangan krisis 98, bahkan mungkin lebih parah lagi.
"Jadi nyetak duit boleh saja, nggak jadi masalah. Tapi kalau ilmu silat nggak bener yang ada rontok sistem moneter kita," tandasnya. (*)
Loading...
loading...