CMBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai perlu adanya evaluasi bagi daerah yang menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) secara berlebihan. Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) menilai meski daerah membuat aturan PSBB, namun belum ada tolak ukur sukses atau tidaknya PSBB.
"Sulitnya PSBB itu kan kita tidak punya indikator untuk mengukurnya, maksudnya PSBB ini dibuat kemudian daerah-daerah bikin peraturan, tapi kita nggak punya nih indikator yang kita sepakati untuk mengukur PSBB ini sukses atau tidak, seperti apa, gitu kan," kata epidemiolog FKM UI, Iwan Ariawan saat dihubungi, Senin (4/5/2020).
"Nah, kita enggak punya, saya belum tahulah, belum ada," imbuhnya.
Iwan mengatakan tolak ukur berjalannya PSBB pihaknya berupa data warga yang di rumah saja dari Google. Dari data itu dia menjelaskan pergerakan warga yang masih tetap berada di rumah dan tidak
"Yang kami lihat dan temen-temen lihat, kebetulan saya bisa akses, bisa dapat akses datanya Google, di big datanya Google, kita paling bisa lihat dari situ kan. Apakah mereka ini sudah berkurang belum pergerakannya," ujarnya.
Iwan mencontohkan warga Jakarta yang tinggal di rumah saja saat PSBB sebanyak 60% berdasarkan data Google hingga April. Sementara daerah lain lain belum mencapai angka itu yang dinilai Iwan karena waktu penerapan belakangan.
Kalau kita lihat, Jakarta sudah lumayan, artinya Jakarta itu sekarang itu kalau kita pakai big datanya Google, sudah 60% tinggal di rumah, tinggal di rumah itu maksudnya dia bergerak sekitar 200 meter dari rumah saja," ucap Iwan.
"Yang lain-lain belum mencapai itu. Yang lain-lain mungkin belakangan PSBB nya. Tapi itu harus mencapai paling tidak 60%, lebih baik lagi kalau bisa 80%. Kita cuma pantau dari situ, karena kita tidak punya indikator lain," sambungnya.
Terkait PSBB kebablasan yang disorot Jokowi seperti petugas membubarkan warung, Iwan menilai sepatutnya hal itu tak terjadi. Dia mengatakan seharusnya petugas memberi anjuran bukan dengan cara memaksa.
Mustinya (bubarkan warung) tak harus paksa dan tak harus dengan hukuman, gitu ya. Kita tetap harus hindari kerumunan, musti dikasih peringatan, supaya tidak terjadi seperti itu," imbuhnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menilai perlu adanya evaluasi bagi daerah yang menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) secara berlebihan. Evaluasi ini dianggap penting agar PSBB di tahap kedua berjalan efektif.
"Saya ingin memastikan bahwa ini betul-betul diterapkan secara ketat dan efektif. Dan saya melihat beberapa kabupaten dan kota telah melewati tahap pertama dan akan masuk tahap kedua. Ini perlu evaluasi. Mana yang penerapannya terlalu over, terlalu kebablasan dan mana yang masih terlalu kendur," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas seperti disiarkan akun YouTube Sekretariat Presiden, Senin (4/5).
"Evaluasi ini penting, sehingga kita bisa melakukan perbaikan-perbaikan di kota, kabupaten, maupun provinsi yang melakukan PSBB," imbuhnya.(dtk)
"Sulitnya PSBB itu kan kita tidak punya indikator untuk mengukurnya, maksudnya PSBB ini dibuat kemudian daerah-daerah bikin peraturan, tapi kita nggak punya nih indikator yang kita sepakati untuk mengukur PSBB ini sukses atau tidak, seperti apa, gitu kan," kata epidemiolog FKM UI, Iwan Ariawan saat dihubungi, Senin (4/5/2020).
"Nah, kita enggak punya, saya belum tahulah, belum ada," imbuhnya.
Iwan mengatakan tolak ukur berjalannya PSBB pihaknya berupa data warga yang di rumah saja dari Google. Dari data itu dia menjelaskan pergerakan warga yang masih tetap berada di rumah dan tidak
"Yang kami lihat dan temen-temen lihat, kebetulan saya bisa akses, bisa dapat akses datanya Google, di big datanya Google, kita paling bisa lihat dari situ kan. Apakah mereka ini sudah berkurang belum pergerakannya," ujarnya.
Iwan mencontohkan warga Jakarta yang tinggal di rumah saja saat PSBB sebanyak 60% berdasarkan data Google hingga April. Sementara daerah lain lain belum mencapai angka itu yang dinilai Iwan karena waktu penerapan belakangan.
Kalau kita lihat, Jakarta sudah lumayan, artinya Jakarta itu sekarang itu kalau kita pakai big datanya Google, sudah 60% tinggal di rumah, tinggal di rumah itu maksudnya dia bergerak sekitar 200 meter dari rumah saja," ucap Iwan.
"Yang lain-lain belum mencapai itu. Yang lain-lain mungkin belakangan PSBB nya. Tapi itu harus mencapai paling tidak 60%, lebih baik lagi kalau bisa 80%. Kita cuma pantau dari situ, karena kita tidak punya indikator lain," sambungnya.
Terkait PSBB kebablasan yang disorot Jokowi seperti petugas membubarkan warung, Iwan menilai sepatutnya hal itu tak terjadi. Dia mengatakan seharusnya petugas memberi anjuran bukan dengan cara memaksa.
Mustinya (bubarkan warung) tak harus paksa dan tak harus dengan hukuman, gitu ya. Kita tetap harus hindari kerumunan, musti dikasih peringatan, supaya tidak terjadi seperti itu," imbuhnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menilai perlu adanya evaluasi bagi daerah yang menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) secara berlebihan. Evaluasi ini dianggap penting agar PSBB di tahap kedua berjalan efektif.
"Saya ingin memastikan bahwa ini betul-betul diterapkan secara ketat dan efektif. Dan saya melihat beberapa kabupaten dan kota telah melewati tahap pertama dan akan masuk tahap kedua. Ini perlu evaluasi. Mana yang penerapannya terlalu over, terlalu kebablasan dan mana yang masih terlalu kendur," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas seperti disiarkan akun YouTube Sekretariat Presiden, Senin (4/5).
"Evaluasi ini penting, sehingga kita bisa melakukan perbaikan-perbaikan di kota, kabupaten, maupun provinsi yang melakukan PSBB," imbuhnya.(dtk)
Loading...
loading...