CMBC Indonesia - Ketua Bidang Hukum dan HAM Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah, Razikin, memberikan peringatan keras kepada pemerintah terkait rencana kedatangan 500 TKA (Tenaga Kerja Asing) asal China, ke Sulawesi Tenggara, maupun daerah lainnya.
Menurut Razikin, rezim pemerintahan PresidenJokowi hendaknya memiliki sensitifitas terkait masalah ini.
Sebab, dia khawatir polemik dan penolakan terhadap masuknya TKA asal China itu akan terus berlanjut.
"Hal ini bisa saja meradikalisasi kemarahan rakyat secara lebih luas jika pemerintah memaksakan diri membuka pintu terhadap kedatangan 500 TKA dari China tersebut," ucap Razikin, Senin malam (4/5).
Oleh karena itu, mantan ketua umum DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) ini berharap agar pemerintah lebih sensitif dalam memahami suasana kebatinan masyarakat.
"Penolakan dari pemerintah daerah dan masyarakat Sulawesi Tenggara itu perlu direspons setidaknya dengan memberikan kepastian membatalkan atau setidaknya menunda kedatangan TKA tersebut," tegas Razikin.
Jebolan Magister Ilmu Politik Universitas Indonesia ini juga menilai, penolakan kedatangan TKA asal Negeri Tirai Bambu adalah sesuatu yang sangat wajar di tengah pandemik corona virus baru (Covid-19).
Termasuk kekhawatiran atas kedatangan pekerja asing dapat mempercepat penyebaran wabah tersebut.
Terkait argumentasi dari Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi bahwa kehadiran 500 TKA dari China demi mempercepatan penyelesaian proyek pembangunan yang akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat, menurut Razikin, tidak relevan dalam kondisi sekarang ini.
"Seluruh keterangan itu tidak berguna karena masyarakat merasa bukan sesuatu yang mendesak untuk mendapatkan itu. Justru yang mendesak adalah keselamatan nyawa dari ancaman Covid-19," tegas Razikin.
Untuk itu pihaknya meminta pemerintah pusat tidak memaksakan kehendak dengan tetap memasukkan TKA China tersebut.
Sebab, hal itu bisa berakibat buruk pada kehidupan sosial-politik bahkan menciptakan disharmoni antara pusar dan daerah. Kondisi itu dikhawatirkan dapat menghambat pembangunan nasional.
"Masa kita lebih mengutamakan kepentingan perusahan-perusahan itu dan mengorbankan kesatuan kita sebagai bangsa. Apalagi kalau korporasi itu hanya untuk memenuhi nafsu eksploitatif dari satu atau dua orang," tandasnya. (*)
Loading...
loading...