CMBC Indonesia - Publik dinilai dibikin pusing oleh Presiden Joko Widodo yang kerap tidak konsisten terhadap kebijakannya.
Peneliti Insititut Riset Indonesia (INSIS) Dian Permata mengatakan, kebijakan Presiden Jokowi yang tidak konsisten di antaranya soal harga Bahan Babakar Minyak (BBM) dan iuran BPJS Kesehatan.
Dimana, Presiden Jokowi hingga saat ini tak kunjung menurunkan harga BBM di saat harga minyak dunia turun.
"Padahal, dulu dinyatakan, harga jenis BBM ini mengikuti trend harga pasar. Seperti diketahui, saat ini, harga minyak dunia, mencapai titik rendah. Akibat kebijakan ini publik punya analisa nakal. "Jangan-jangan pemerintah ambil keuntungan dari fenomena. Jika iya, pasti nilainya margin yang didapat sudah fantastis"," ucap Dian Permata, Senin (18/5).
Apalagi kata Dian, analisa nakal publik pun ditambah dengan sarkasme politik bahwa BUMN seperti Pertamina diperlakukan seperti "ATM" bagi para elite atau mafia yang bercokol di perusahaan minyak pelat merah itu.
Demikian juga dengan iuran BPJS yang tetap dinaikan oleh pemerintah. Padahal, ada keputusan Mahkamah Agung (MA) yang telah membatalkan kenaikan iuran tersebut.
"Kedua fenomena itu memiliki benang merah. Pemerintah tidak konsistensi dengan kebijakan yang telah diambil. Kesemuanya itu makin membuat publik pusing. Ditambah lagi dengan beragam kebijakan blunder bin ngawur sejak adanya Covid-19," jelas Dian.
Dengan demikian kata Dian, ia mengaku tidak heran jika adanya tagline Indonesia Hebat yang diplesetkan menjadi "Indonesia Terserah".
"Makanya tidak heran, tagline Indonesia Hebat diplesetkan menjadi Indonesia Terserah. Pagi kedelai, siang tahu, malam tempe," pungkas Dian. []
Peneliti Insititut Riset Indonesia (INSIS) Dian Permata mengatakan, kebijakan Presiden Jokowi yang tidak konsisten di antaranya soal harga Bahan Babakar Minyak (BBM) dan iuran BPJS Kesehatan.
Dimana, Presiden Jokowi hingga saat ini tak kunjung menurunkan harga BBM di saat harga minyak dunia turun.
"Padahal, dulu dinyatakan, harga jenis BBM ini mengikuti trend harga pasar. Seperti diketahui, saat ini, harga minyak dunia, mencapai titik rendah. Akibat kebijakan ini publik punya analisa nakal. "Jangan-jangan pemerintah ambil keuntungan dari fenomena. Jika iya, pasti nilainya margin yang didapat sudah fantastis"," ucap Dian Permata, Senin (18/5).
Apalagi kata Dian, analisa nakal publik pun ditambah dengan sarkasme politik bahwa BUMN seperti Pertamina diperlakukan seperti "ATM" bagi para elite atau mafia yang bercokol di perusahaan minyak pelat merah itu.
Demikian juga dengan iuran BPJS yang tetap dinaikan oleh pemerintah. Padahal, ada keputusan Mahkamah Agung (MA) yang telah membatalkan kenaikan iuran tersebut.
"Kedua fenomena itu memiliki benang merah. Pemerintah tidak konsistensi dengan kebijakan yang telah diambil. Kesemuanya itu makin membuat publik pusing. Ditambah lagi dengan beragam kebijakan blunder bin ngawur sejak adanya Covid-19," jelas Dian.
Dengan demikian kata Dian, ia mengaku tidak heran jika adanya tagline Indonesia Hebat yang diplesetkan menjadi "Indonesia Terserah".
"Makanya tidak heran, tagline Indonesia Hebat diplesetkan menjadi Indonesia Terserah. Pagi kedelai, siang tahu, malam tempe," pungkas Dian. []
Loading...
loading...