CMBC Indonesia - Kasus meninggalnya seorang warga Amerika kulit hitam di New York, George Floyd, akibat kekerasan bernuansa rasisme oleh oknum polisi berkulit putih memicu amarah publik. Imbasnya, terjadi kerusuhan dan penjarahan di mana-mana.
Namun, siapa sangka ternyata sikap diskriminasi terhadap ras berbeda juga pernah terjadi terhadap sahabat Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam yaitu Bilal bin Rabah.
Kala itu Abu Dzar al-Ghifari dan Bilal bin Rabah, dua sahabat Rasulullah, berselisih paham. Akibat salah satu hal, tiba-tiba Abu Dzar secara tidak sengaja mengatakan kepada bilal perkataan yang bersifat diskriminatif dan menyakitkan.
“Dasar kulit hitam!” hardik Abu Dzar.
Setelah mendengar perkataan itu, Bilal merasa sedih dan langsung mendatangi Rasulullah untuk menceritakan ucapan yang dilontarkan Abu Dzar kepadanya tentang ejekan 'kulit hitam'.
Rasulullah pun merasa tidak nyaman, wajahnya seketika berubah dan langsung mendatangi Abu Dzar untuk menegurnya. “Sungguh dalam dirimu masih terdapat jahiliyah!” kata Rasulullah kepada Abu Dzar.
Baca juga: Mengenal Umar Bin Al Khathab, Sahabat Nabi yang Pemberani
Mendengar teguran dari Rasulullah, Abu Dzar merasa tertampar. Ia menangis dan menyesali perbuatannya karena telah menyakiti Bilal bin Rabah dengan sebutan kulit hitam. Abu Dzar meminta ampun kepada Allah agar perkataannya tersebut dimaafkan, karena ia melontarkannya secara tidak sengaja.
Selain itu, Abu Dzar juga mendatangi Bilal untuk meminta maaf sembari tersungkur. Sebab, penyesalannya yang amat dalam, Abu Dzar meminta Bilal untuk menginjak wajahnya karena merasa sangat berdosa akibat ucapannya tersebut.
“Injaklah wajahku, wahai Bilal! Injak wajahku! Injak wajahku Bilal! Demi Allah Injaklah wajahku, wahai Bilal! Aku berharap dengannya Allah akan mengampuniku dan mengampuni sifat jahiliyah dari jiwaku!” kata Abu Dzar menyesal.
Namun dengan kebesaran hatinya, sang muadzin bersuara "emas" itu sudah memaafkan Abu Dzar dan tidak ingin menginjak wajah sahabatnya tersebut. “Semoga Allah mengampunimu, Abu Dzar. Aku tidak akan pernah menginjakkan kakiku di muka yang penuh cahaya sujud pada Allah itu,” kata Bilal.
Setelah kejadian itu, keduanya berdamai dan kembali berhubungan akrab seperti biasanya.
Wakil Ketua Majelis Dakwah dan Pendidikan Islam (Madani), Ustadz Ainul Yaqin menuturkan, kisah Bilal bin Rabah radhiyallahu adalah sebuah pelajaran berharga tentang menghargai sesama manusia, dan melihatnya sebagai saudara.
“Sebagai sesama muslim yang baik, di mana kebutuhan yang mendasar adalah menggapai ridha Allah SWT. Mendapatkan cinta Allah semata,” kata Ustadz Ainul Yaqin, dikutip dari Okezone.
Selain itu, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam juga menegaskan, bagaimana Allah Subhanahu wata'ala melihat Bilal yang merupakan seorang budak merdeka dan berkulit hitam, sebagai hamba yang mendapat posisi derajat akhirat yang tinggi sebab amaliah ibadah, bukan karena posisi atau strata sosial asal sebelumnya yang budak dan Hitam.
Rasulullah SAW bersabda:
ﺍﻧْﻈُﺮْ ﻓَﺈِﻧَّﻚَ ﻟَﻴْﺲَ ﺑِﺨَﻴْﺮٍ ﻣِﻦْ ﺃَﺣْﻤَﺮَ ﻭَﻻَ ﺃَﺳْﻮَﺩَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻥْ ﺗَﻔْﻀُﻠَﻪُ ﺑِﺘَﻘْﻮَﻯ
Artinya: “Lihatlah, engkau tidaklah akan baik dari orang yang berkulit merah atau berkulit hitam sampai engkau mengungguli mereka dengan takwa,” (HR. Ahmad, 5: 158).
Lebih lanjut, Allah hanya melihat manusia dari akhlaknya, dari sudut keimanan dan ketakwaan. Tujuan utama Allah menciptakan perbedaan, yaitu agar umat manusia bisa saling menghormati satu sama lain, hidup rukun dan damai.
“Dan yang paling mulia menurut Allah adalah mereka yang paling takwa di mata-Nya,” pungkas dia. [okz]
Namun, siapa sangka ternyata sikap diskriminasi terhadap ras berbeda juga pernah terjadi terhadap sahabat Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam yaitu Bilal bin Rabah.
Kala itu Abu Dzar al-Ghifari dan Bilal bin Rabah, dua sahabat Rasulullah, berselisih paham. Akibat salah satu hal, tiba-tiba Abu Dzar secara tidak sengaja mengatakan kepada bilal perkataan yang bersifat diskriminatif dan menyakitkan.
“Dasar kulit hitam!” hardik Abu Dzar.
Setelah mendengar perkataan itu, Bilal merasa sedih dan langsung mendatangi Rasulullah untuk menceritakan ucapan yang dilontarkan Abu Dzar kepadanya tentang ejekan 'kulit hitam'.
Rasulullah pun merasa tidak nyaman, wajahnya seketika berubah dan langsung mendatangi Abu Dzar untuk menegurnya. “Sungguh dalam dirimu masih terdapat jahiliyah!” kata Rasulullah kepada Abu Dzar.
Baca juga: Mengenal Umar Bin Al Khathab, Sahabat Nabi yang Pemberani
Mendengar teguran dari Rasulullah, Abu Dzar merasa tertampar. Ia menangis dan menyesali perbuatannya karena telah menyakiti Bilal bin Rabah dengan sebutan kulit hitam. Abu Dzar meminta ampun kepada Allah agar perkataannya tersebut dimaafkan, karena ia melontarkannya secara tidak sengaja.
Selain itu, Abu Dzar juga mendatangi Bilal untuk meminta maaf sembari tersungkur. Sebab, penyesalannya yang amat dalam, Abu Dzar meminta Bilal untuk menginjak wajahnya karena merasa sangat berdosa akibat ucapannya tersebut.
“Injaklah wajahku, wahai Bilal! Injak wajahku! Injak wajahku Bilal! Demi Allah Injaklah wajahku, wahai Bilal! Aku berharap dengannya Allah akan mengampuniku dan mengampuni sifat jahiliyah dari jiwaku!” kata Abu Dzar menyesal.
Namun dengan kebesaran hatinya, sang muadzin bersuara "emas" itu sudah memaafkan Abu Dzar dan tidak ingin menginjak wajah sahabatnya tersebut. “Semoga Allah mengampunimu, Abu Dzar. Aku tidak akan pernah menginjakkan kakiku di muka yang penuh cahaya sujud pada Allah itu,” kata Bilal.
Setelah kejadian itu, keduanya berdamai dan kembali berhubungan akrab seperti biasanya.
Wakil Ketua Majelis Dakwah dan Pendidikan Islam (Madani), Ustadz Ainul Yaqin menuturkan, kisah Bilal bin Rabah radhiyallahu adalah sebuah pelajaran berharga tentang menghargai sesama manusia, dan melihatnya sebagai saudara.
“Sebagai sesama muslim yang baik, di mana kebutuhan yang mendasar adalah menggapai ridha Allah SWT. Mendapatkan cinta Allah semata,” kata Ustadz Ainul Yaqin, dikutip dari Okezone.
Selain itu, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam juga menegaskan, bagaimana Allah Subhanahu wata'ala melihat Bilal yang merupakan seorang budak merdeka dan berkulit hitam, sebagai hamba yang mendapat posisi derajat akhirat yang tinggi sebab amaliah ibadah, bukan karena posisi atau strata sosial asal sebelumnya yang budak dan Hitam.
Rasulullah SAW bersabda:
ﺍﻧْﻈُﺮْ ﻓَﺈِﻧَّﻚَ ﻟَﻴْﺲَ ﺑِﺨَﻴْﺮٍ ﻣِﻦْ ﺃَﺣْﻤَﺮَ ﻭَﻻَ ﺃَﺳْﻮَﺩَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻥْ ﺗَﻔْﻀُﻠَﻪُ ﺑِﺘَﻘْﻮَﻯ
Artinya: “Lihatlah, engkau tidaklah akan baik dari orang yang berkulit merah atau berkulit hitam sampai engkau mengungguli mereka dengan takwa,” (HR. Ahmad, 5: 158).
Lebih lanjut, Allah hanya melihat manusia dari akhlaknya, dari sudut keimanan dan ketakwaan. Tujuan utama Allah menciptakan perbedaan, yaitu agar umat manusia bisa saling menghormati satu sama lain, hidup rukun dan damai.
“Dan yang paling mulia menurut Allah adalah mereka yang paling takwa di mata-Nya,” pungkas dia. [okz]
Loading...
loading...