CMBC Indonesia - Pancasila milik bangsa Indonesia. Bukan milik satu golongan atau Partai tertentu. Demikian juga halnya dengan Bung Karno. Dia milik seluruh rakyat Indonesia.
Ketua Institut Harkat Negeri (IHN) Sudirman Said mengungkapkan hal itu dalam dialog untuk Radio Bravost bertema Sukarno dan Pancasila, Sabtu (27/6) di Jakarta. Cendekiawan Dr. Nasir Tamara juga menjadi Narasumber dalam dialog tersebut.
Menurut Sudirman, jika ada kelompok atau golongan yang memonopoli klaim terhadap Pancasila dan Sukarno, kelompok tersebut justru mengkerdilkan Sukarno. Sebab, Sukarno tegas menyatakan Pancasila adalah milik bangsa Indonesia. Demikian juga dirinya.
Ia mengungkapkan, Sukarno pernah membubarkan Barisan Pendukung Sukarno (BPS). Sukarno juga mengingatkan hal ini kepada kelompok Gerakan Pembela Pancasila yang pada 22 Juni 1945 datang kepadanya untuk memberikan dukungan.
"Saat diminta pidato, Bung Karno justru menyatakan jadikan Pancasila sebagai dasar negara, bukan dasar organisasi atau kelompok," terang dia.
“Begitu satu kelompok atau partai tampil seolah-olah paling memiliki Pancasila, maka sama dengan menjauhkan kelompok atau partai lain dari Pancasila. Itu ucapan Bung Karno,” tutur Sudirman.
Sikap Bung Karno itu dipandang sebagai sikap seorang negarawan yang mengedepankan kepentingan bangsa keseluruhan, di atas kepentingan kelompok atau golongannya.
Ada kesadaran bahwa begitu seseorang menjadi pemimpin negara, maka loyalitasnya meluas kepada seluruh bangsa, tak lagi menjadi milik satu golongan. Begitupun karyanya.
“Kalaulah Pancasila dianggap sebagai buah pikiran Bung Karno, maka Bung Karno sudah mewakafkannya menjadi milik bangsa. Milik seluruh golongan,” tegasnya.
Sudirman memandang, yang penting saat ini adalah menjaga Pancasila dengan cara mempraktikkannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bukan memperdebatkannya.
Pancasila mengajarkan nilai-nilai luhur, budi pekerti, religiusitas, persatuan dan kesatuan, keadilan, dan kerja sama.
"Jika Pancasila ini dipraktikkan tidak akan ada korupsi, tidak ada perpecahan, dan nilai-nilai kejujuran dijunjung tinggi," katanya.
“Sangat ironis, Pancasila diperjuangkan Bung Karno sebagai alat pemersatu bangsa, tetapi saat ini ada yang menggunakan Pancasila untuk melakukan pembelahan-pembelahan,” ujar Dosen Kepemimpinan PKN STAN ini.
Sudirman khawatir, tabiat untuk melayani diri sendiri dan mengabdi pada kelompok dan golongan yang berlebihan sedang menjadi warna budaya politik kekuasaan dewasa ini.
Penyakit korupsi, kolusi, nepotisme yang sering menghinggapi kekuasaan, di mana saja, berawal dari keinginan melayani diri sendiri dan kelompoknya, mengabaikan amanah publik. Ditegaskan Sudirman, tabiat ini jelas sekali bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
"Tentu ada yang salah. Di awal Kemerdekaan ketika 95 % warga negara buta huruf, para Pemimpinnya justru menampilkan keteladanan yang tinggi. Sekarang keadaan sudah berbalik hampir seluruh warga negara melek huruf, sebagian besar mengenyam pendidikan cukup baik," ungkap dia.
"Mengapa keteladanan akan perilaku luhur justru menjadi barang langka?” tutupnya. []
Loading...
loading...