CMBC Indonesia - Ekonom senior Institute For Development of Economics and Finance (Indef), Faisal Basri menegaskan bahwa ekonomi sangat bergantung kepada penanganan virus corona baru (Covid-19).
Begitu kata Faisal Basri saat menjadi narasumber di acara diskusi yang bertajuk "Kebijakan Publik Naik Kelas Atau Resesi: Menguji Efektivitas Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)" bersama para ekonom senior Indef yang diselenggarakan Indef dan Narasi Institute, Jumat malam (10/7).
Menurut Faisal, hal yang paling terpenting saat ini dilakukan oleh pemerintah Indonesia ialah tetap berada di jalur yang benar, yakni bisa mengendalikan Covid-19.
"Jadi jangan anggap remeh, ekonomi sangat bergantung pada penanganan Covid, jadi jangan dibalik-balik, ekonomi dulu covid belakangan, enggak," ucap Faisal Basri, Jumat (10/7) malam.
Namun kata Faisal, meskipun ditengah hiruk pikuk saat ini, pemerintah justru memiliki pemahaman akan krisis atau sense of crisis yang rendah.
"Seperti di sampaikan oleh Pak Jokowi gitu, jadi ini bukan dari saya, dari Pak Jokowi ini sense of crisisnya rendah," kata Faisal.
Meskipun begitu, Faisal menegaskan agar Presiden Jokowi untuk tidak terus mengeluh. Menurut Faisal, seorang Presiden harus mempunyai kuasa yang luar biasa untuk membuat suatu tindakan yang luar biasa.
"Tapi apa yang dikeluarkan oleh Pak Jokowi, Perppu 1/2020 yang sekarang jadi UU tanpa perubahan oleh DPR UU 2/2020 bukan tentang emergency plan menangani Covid, bukan. Itu adalah untuk menjaga stabilitas sektor keuangan. Jadi wajar kalau penanganan Covid ini amburadul," terang Faisal.
"Kita tidak tahu panglimanya siapa, apakah Luhut Pandjaitan, atau Menteri Pertanian, atau Menteri Pertahanan, atau siapa ndak tau kita semua orang bicara, Mahfud MD bicara, semua bicara, dan makin gak karu-karuan," sambung Faisal.
Bahkan sambung Faisal, Menteri Kesehatan (Menkes) menyembunyikan data kasus Covid-19 yang sesungguhnya. Seharusnya, angka kematian sudah mendekati bahwa melewati 15 ribu.
"Tapi yang tercatat baru 3 ribu. Sehingga apa? Sense of crisis masyarakatnya juga rendah, oh baru sedikit gitu ya. Katanya masyarakat takut kalut kalau data sebenarnya disampaikan. Ini ndak zaman lagi, ini lah masalah yang kita hadapi," ungkap Faisal.
Dengan demikian, Faisal kembali menegaskan kepada pemerintahan Jokowi untuk segera mengatasi Covid-19 agar prospek pemulihan ekonomi lebih jelas.
"Jadi ayo seluruh sumber daya kita upayakan untuk mengatasi Covid dulu. Semakin amburadul, semakin tidak jelas prospek ekonominya gitu. Jadi prasyarat mutlak, jadi mau pakai kebijakan apapun ya, defisitnya dinaikkan, itu seperti kita menaruh air di ember yang bocor, bocor terus bocor terus begitu," pungkas Faisal.(rmol)
Begitu kata Faisal Basri saat menjadi narasumber di acara diskusi yang bertajuk "Kebijakan Publik Naik Kelas Atau Resesi: Menguji Efektivitas Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)" bersama para ekonom senior Indef yang diselenggarakan Indef dan Narasi Institute, Jumat malam (10/7).
Menurut Faisal, hal yang paling terpenting saat ini dilakukan oleh pemerintah Indonesia ialah tetap berada di jalur yang benar, yakni bisa mengendalikan Covid-19.
"Jadi jangan anggap remeh, ekonomi sangat bergantung pada penanganan Covid, jadi jangan dibalik-balik, ekonomi dulu covid belakangan, enggak," ucap Faisal Basri, Jumat (10/7) malam.
Namun kata Faisal, meskipun ditengah hiruk pikuk saat ini, pemerintah justru memiliki pemahaman akan krisis atau sense of crisis yang rendah.
"Seperti di sampaikan oleh Pak Jokowi gitu, jadi ini bukan dari saya, dari Pak Jokowi ini sense of crisisnya rendah," kata Faisal.
Meskipun begitu, Faisal menegaskan agar Presiden Jokowi untuk tidak terus mengeluh. Menurut Faisal, seorang Presiden harus mempunyai kuasa yang luar biasa untuk membuat suatu tindakan yang luar biasa.
"Tapi apa yang dikeluarkan oleh Pak Jokowi, Perppu 1/2020 yang sekarang jadi UU tanpa perubahan oleh DPR UU 2/2020 bukan tentang emergency plan menangani Covid, bukan. Itu adalah untuk menjaga stabilitas sektor keuangan. Jadi wajar kalau penanganan Covid ini amburadul," terang Faisal.
"Kita tidak tahu panglimanya siapa, apakah Luhut Pandjaitan, atau Menteri Pertanian, atau Menteri Pertahanan, atau siapa ndak tau kita semua orang bicara, Mahfud MD bicara, semua bicara, dan makin gak karu-karuan," sambung Faisal.
Bahkan sambung Faisal, Menteri Kesehatan (Menkes) menyembunyikan data kasus Covid-19 yang sesungguhnya. Seharusnya, angka kematian sudah mendekati bahwa melewati 15 ribu.
"Tapi yang tercatat baru 3 ribu. Sehingga apa? Sense of crisis masyarakatnya juga rendah, oh baru sedikit gitu ya. Katanya masyarakat takut kalut kalau data sebenarnya disampaikan. Ini ndak zaman lagi, ini lah masalah yang kita hadapi," ungkap Faisal.
Dengan demikian, Faisal kembali menegaskan kepada pemerintahan Jokowi untuk segera mengatasi Covid-19 agar prospek pemulihan ekonomi lebih jelas.
"Jadi ayo seluruh sumber daya kita upayakan untuk mengatasi Covid dulu. Semakin amburadul, semakin tidak jelas prospek ekonominya gitu. Jadi prasyarat mutlak, jadi mau pakai kebijakan apapun ya, defisitnya dinaikkan, itu seperti kita menaruh air di ember yang bocor, bocor terus bocor terus begitu," pungkas Faisal.(rmol)
Loading...
loading...