Penulis: Natalius Pigai
PADA 21 Februari 1957, Sukarno memanggil semua pimpinan partai politik ke Istana. Sukarno melontarkan gagasan yang kemudian dikenal "empat kaki": PNI, Masjumi, NU, dan PKI. Cikal bakal Nasakom.
Masjumi dan Partai Katolik dengan tegas menyatakan penolakan. Sukarno tersingung dan I.J Kasimo mundur. I.J Kasimo adalah motor utama jatuhkan Sukarno.
Tahun 1965 di Floress, ribuan pengikut komunis dibantai, gereja Katolik diam seolah-olah membiarkan pembantian terhadap pengikut PKI oleh para algojo.
Tidak ada tempat bagi orang Katolik di Jokowi dan PDIP. Jika mereka pengikut Tri Sila, Eka Sila dan anti individualisme maka itu filosofi dasar komunis. Dan mereka mungkin dendam.
Tahun 1991 LB Mardani yang beragama Katolik jaga Ibu Mega di tengah tekanan Orde Baru, 1998 LB Mardani di balik kejatuhan Suharto, Ibu Mega menjadi Presiden tahun 2001, Yacob Nuwa Wea menjadi menteri karena dia main keras, menggerakan buruh tekan Ibu Mega.
Pada tahun 2014, PDIP berkuasa orang Katolik tidak dipakai, Jonan menjadi menteri karena diduga dukungan asing (pengusaha berbasis di Singapura) dan tuntutan rakyat karena sukses membenahi kereta api.
Pada tahun 2019, Johnny G. Plate jadi menteri karena Surya Paloh, Nasdem.
Hari ini orang NTT disingkirkan dari pengurus DPP PDIP, sama sekali tidak seorang pun masuk di struktur inti partai.
Hasto hanya simbol tipu muslihat PDIP tapi Jokowi dan Mega tidak akan beri Hato jadi jabatan menteri. Andreas Hugo Pareira jadi dubes saja sulit, padahal dulu ketua departemen luar negeri PDIP partai berkuasa.
Hari ini dari 2.200 jabatan yang bisa ditunjuk Jokowi, namun orang Katolik kurang lebih 2 atau 3 komisaris saja, itupun karena usaha dan kerja keras mereka.
Tokoh Katolik yang hebat hari ini Frans Lebu Raya, mantan Gubernur NTT dua periode mengangur, diabaikan di struktur PDIP, menteri atau dubes saja sulit. Cornelis, gubernur Kalbar jika tidak menjadi anggota DPR RI sudah yakin diacuhkan.
Sepertinya bagi PDIP, Mega dan Jokowi adalah persoalan prinsipil yang mengganjal yaitu mungkinkah soal "ideologi"?
Orang Katolik dan minoritas jangan selalu girang dan GR karena PDIP dukung kepala daerah atau anggota legislatif dari Katolik karena bagi partai itu biasa untuk mencari dukungan massa (vote getters). Lihat saja ukuranya itu adalah berapa jabatan yang dia kasih melalui penunjukkan.
Catatan ini bukan soal jabatan tetapi persoalan ideologis, prinsip dasar bernegara Pancasila dan ideologi yang dijiwai oleh sprit sosialisme, leninisme, komunisme dan marxisme, Eka Sila, Tri Sila dan anti individualisme atau anti penghargaan terhadap kreatifitas manusia.
Kesimpulannya, sepanjang PDIP, Jokowi, Mega masih memilih visi, misi sosio demokrasi, ketuhanan yang berkebudayaan mungkin "Gujarat" (sansekerta) hinduisme Jawa, Tri Sila, Eka Sila dan mematikan individualisme (membunuh kreatifitas individu), maka jangan pernah mimpi PDIP jadi rumah bagi Katolik dan kaum minoritas. []
Loading...
loading...