CMBC Indonesia - Anak proklamator Moh Hatta, Meutia Farida Hatta hadir dalam deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) bentukan Din Syamsuddin. Meutia mengaku tidak terlalu mengerti soal konsep acara tersebut.
"Saya hadir karena diminta membacakan Teks Proklamasi," ungkap Meutia saat berbincang dengan detikcom, Kamis (20/8/2020).
Meutia diketahui hadir bersama suaminya, Sri Edi Swasono yang merupakan guru besar Ekonomi di Universitas Indonesia (UI). Meutia menyatakan bersedia hadir karena diminta untuk membacakan Teks Proklamasi mengingat dirinya sebagai putri Bung Hatta.
"Karena saya anak sulung Bung Hatta ya saya merasa harus menerima permintaan itu," tutur mantan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu.
Kehadiran Meutia di deklarasi KAMI pun banyak diperbincangkan warganet. Apalagi setelah sang keponakan, Gustika Jusuf Hatta, memposting pernyataan di akun Twitternya yang mengesankan Meutia datang ke deklarasi KAMI yang seharusnya tidak perlu dihadiri.
Saat dikonfirmasi soal hal tersebut, Meutia mengakui ada beberapa konsep acara di KAMI yang ia tidak ketahui sebelumnya. Namun ditanya lebih lanjut, ia tidak menjelaskan bagian mana dari deklarasi KAMI yang tidak ia ketahui sebelum hadir ke acara tersebut.
"Ada yang sudah dan belum saya tahu, tetapi saya segera bisa menempatkan diri dengan baik terhadap situasi seperti itu," ucap Meutia.
Deklarasi KAMI digelar di Tugu Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (18/8). Selain Din dan Meutia, ada sejumlah tokoh yang hadir.
Beberapa tokoh yang hadir di deklarasi KAMI itu di antaranya Gatot Nurmantyo, Rochmad Wahab, Titiek Soeharto, dan MS Kaban. Hadir pula Refly Harun, Said Didu, Rocky Gerung, dan Ichsanuddin Noorsy.
Deklarasi KAMI banyak dikritik karena digelar saat masa pandemi Corona mengingat tokoh-tokoh yang hadir tidak menerapkan protokol kesehatan virus Corona (COVID-19). Apalagi salah satu tuntutan KAMI adalah mengenai penanganan pandemi Corona.
Berikut 8 tuntutan KAMI yang dibacakan saat deklarasi berlangsung:
1. Mendesak penyelenggara negara, khususnya pemerintah, DPR, DPD, dan MPR untuk menegakkan penyelenggaraan dan pengelolaan negara sesuai dengan (tidak menyimpang dari) jiwa, semangat dan nilai Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terdapat Pancasila yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945, dan diberlakukan kembali melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
2. Menuntut pemerintah agar bersungguh-sungguh menanggulangi pandemi COVID-19 untuk menyelamatkan rakyat Indonesia dengan tidak membiarkan rakyat menyelamatkan diri sendiri, sehingga menimbulkan banyak korban dengan mengalokasikan anggaran yang memadai, termasuk untuk membantu langsung rakyat miskin yang terdampak secara ekonomi.
3. Menuntut pemerintah bertanggung jawab mengatasi resesi ekonomi untuk menyelamatkan rakyat miskin, petani dan nelayan, guru/dosen, tenaga kerja bangsa sendiri, pelaku UMKM dan koperasi, serta pedagang informal daripada membela kepentingan pengusaha besar dan asing.
4. Menuntut penyelenggara negara, khususnya pemerintah dan DPR untuk memperbaiki praktik pembentukan hukum yang menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945. Kepada pemerintah dituntut untuk menghentikan penegakan hukum yang karut marut dan diskriminatif, memberantas mafia hukum, menghentikan kriminalisasi lawan-lawan politik, menangkap dan menghukum berat para penjarah kekayaan negara.
5. Menuntut penyelenggaraan negara untuk menghentikan sistem dan praktik korupsi, kolusi dam nepotisme (KKN), serta sistem dan praktik oligarki, kleptokrasi, politik dinasti dan penyelewengan/ penyalahgunaan kekuasaan.
6. Menuntut penyelenggara negara, khususnya pemerintah, DPR, DPD dan MPR untuk tidak memberi peluang bangkitnya komunisme, ideologi anti Pancasila lainnya, dan separatisme serta menghentikan stigmatisasi kelompok keagamaan dengan isu intoleransi, radikalisme, dan ekstremisme serta upaya memecah belah masyarakat. Begitu pula mendesak pemerintah agar menegakkan kebijakan ekonomi dan politik luar negeri bebas aktif, dengan tidak condong bertekuk lutut kepada negara tertentu.
7. Menuntut pemerintah untuk mengusut secara sungguh-sungguh dan tuntas terhadap pihak yang berupaya melalui jalur konstitusi, mengubah Dasar Negara Pancasila, sebagai upaya nyata untuk meruntuhkan NKRI hasil Proklamasi 17 Agustus 1945, aga tidak terulang upaya sejenis di masa yang akan datang.
8. Menuntut presiden untuk bertanggung jawab sesuai sumpah dan janji jabatannya serta mendesak lembaga-lembaga negara (MPR, DPR, DPD dan MK) untuk melaksanakan fungsi dan kewenangan konstitusionalnya demi menyelamatkan rakyat, bangsa dan negara Indonesia.(dtk)
"Saya hadir karena diminta membacakan Teks Proklamasi," ungkap Meutia saat berbincang dengan detikcom, Kamis (20/8/2020).
Meutia diketahui hadir bersama suaminya, Sri Edi Swasono yang merupakan guru besar Ekonomi di Universitas Indonesia (UI). Meutia menyatakan bersedia hadir karena diminta untuk membacakan Teks Proklamasi mengingat dirinya sebagai putri Bung Hatta.
"Karena saya anak sulung Bung Hatta ya saya merasa harus menerima permintaan itu," tutur mantan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu.
Kehadiran Meutia di deklarasi KAMI pun banyak diperbincangkan warganet. Apalagi setelah sang keponakan, Gustika Jusuf Hatta, memposting pernyataan di akun Twitternya yang mengesankan Meutia datang ke deklarasi KAMI yang seharusnya tidak perlu dihadiri.
Saat dikonfirmasi soal hal tersebut, Meutia mengakui ada beberapa konsep acara di KAMI yang ia tidak ketahui sebelumnya. Namun ditanya lebih lanjut, ia tidak menjelaskan bagian mana dari deklarasi KAMI yang tidak ia ketahui sebelum hadir ke acara tersebut.
"Ada yang sudah dan belum saya tahu, tetapi saya segera bisa menempatkan diri dengan baik terhadap situasi seperti itu," ucap Meutia.
Deklarasi KAMI digelar di Tugu Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (18/8). Selain Din dan Meutia, ada sejumlah tokoh yang hadir.
Beberapa tokoh yang hadir di deklarasi KAMI itu di antaranya Gatot Nurmantyo, Rochmad Wahab, Titiek Soeharto, dan MS Kaban. Hadir pula Refly Harun, Said Didu, Rocky Gerung, dan Ichsanuddin Noorsy.
Deklarasi KAMI banyak dikritik karena digelar saat masa pandemi Corona mengingat tokoh-tokoh yang hadir tidak menerapkan protokol kesehatan virus Corona (COVID-19). Apalagi salah satu tuntutan KAMI adalah mengenai penanganan pandemi Corona.
Berikut 8 tuntutan KAMI yang dibacakan saat deklarasi berlangsung:
1. Mendesak penyelenggara negara, khususnya pemerintah, DPR, DPD, dan MPR untuk menegakkan penyelenggaraan dan pengelolaan negara sesuai dengan (tidak menyimpang dari) jiwa, semangat dan nilai Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terdapat Pancasila yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945, dan diberlakukan kembali melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
2. Menuntut pemerintah agar bersungguh-sungguh menanggulangi pandemi COVID-19 untuk menyelamatkan rakyat Indonesia dengan tidak membiarkan rakyat menyelamatkan diri sendiri, sehingga menimbulkan banyak korban dengan mengalokasikan anggaran yang memadai, termasuk untuk membantu langsung rakyat miskin yang terdampak secara ekonomi.
3. Menuntut pemerintah bertanggung jawab mengatasi resesi ekonomi untuk menyelamatkan rakyat miskin, petani dan nelayan, guru/dosen, tenaga kerja bangsa sendiri, pelaku UMKM dan koperasi, serta pedagang informal daripada membela kepentingan pengusaha besar dan asing.
4. Menuntut penyelenggara negara, khususnya pemerintah dan DPR untuk memperbaiki praktik pembentukan hukum yang menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945. Kepada pemerintah dituntut untuk menghentikan penegakan hukum yang karut marut dan diskriminatif, memberantas mafia hukum, menghentikan kriminalisasi lawan-lawan politik, menangkap dan menghukum berat para penjarah kekayaan negara.
5. Menuntut penyelenggaraan negara untuk menghentikan sistem dan praktik korupsi, kolusi dam nepotisme (KKN), serta sistem dan praktik oligarki, kleptokrasi, politik dinasti dan penyelewengan/ penyalahgunaan kekuasaan.
6. Menuntut penyelenggara negara, khususnya pemerintah, DPR, DPD dan MPR untuk tidak memberi peluang bangkitnya komunisme, ideologi anti Pancasila lainnya, dan separatisme serta menghentikan stigmatisasi kelompok keagamaan dengan isu intoleransi, radikalisme, dan ekstremisme serta upaya memecah belah masyarakat. Begitu pula mendesak pemerintah agar menegakkan kebijakan ekonomi dan politik luar negeri bebas aktif, dengan tidak condong bertekuk lutut kepada negara tertentu.
7. Menuntut pemerintah untuk mengusut secara sungguh-sungguh dan tuntas terhadap pihak yang berupaya melalui jalur konstitusi, mengubah Dasar Negara Pancasila, sebagai upaya nyata untuk meruntuhkan NKRI hasil Proklamasi 17 Agustus 1945, aga tidak terulang upaya sejenis di masa yang akan datang.
8. Menuntut presiden untuk bertanggung jawab sesuai sumpah dan janji jabatannya serta mendesak lembaga-lembaga negara (MPR, DPR, DPD dan MK) untuk melaksanakan fungsi dan kewenangan konstitusionalnya demi menyelamatkan rakyat, bangsa dan negara Indonesia.(dtk)
Loading...
loading...