CMBC Indonesia - Dalam rapat paripurna yang berlangsung tegang, Senin (6/10/2020), sore, Dewan Perwakilan Rakyat tetap mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU.
Sejumlah pendukung UU Cipta Kerja mengatakan kepada kalangan yang menolak supaya mereka menempuh jalur hukum saja, melalui judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
Penyidik KPK Novel Baswedan mengkritik pendapat seperti itu. "Seringkali dikatakan bila tidak sesuai JR ke MK. Lupa ya bila menyejahterakan masyarakat, berantas korupsi dan sebagainya itu kewajiban pemerintah?" kata Novel.
Melalui media sosial, Novel menyebut, "Aneh, pemerintah justru berhadapan dengan masyarakat yang seharusnya dilayani atas haknya."
Lantas, Novel mempertanyakan siapa sesungguhnya yang diperjuangkan pemerintah selama ini.
"Memang pemerintah berpihak dan bertindak untuk siapa?" kata dia.
UU KPK tetap disahkan, walaupun berbagai ahli mengatakan beleid tersebut akan lebih banyak menyengsarakan masyarakat kecil.
"Sekian banyak alasan yang disampaikan pemerintah soal perlunya UU Omnibus Law, sekalipun pakar dan banyak yang katakan akan rugikan masyarakat. Bila kemudian hari ternyata salah, lalu bagaimana? Terhadap UU KPK juga sama, dan setelah disahkan akibatnya buruk bagi KPK dibiarkan saja," katanya.
Buruh di berbagai menentang pengesahan RUU Cipta Kerja jadi UU. Mereka akan mogok kerja, hari ini. Kemarin, Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Kabupaten Tangerang Ahmad Supriyadi mengatakan beberapa poin di UU Cipta Kerja yang merugikan buruh.
Salah satunya, menghilangkan pesangon dan melegalkan sistem outsourcing di semua lini. “Upah minimum berdasarkan rancangan undang-undang tersebut tidak akan mengalami kenaikan setiap tahun, terus pekerja kontrak juga tidak berbatas oleh waktu. Tentu RUU ini kami nilai lebih kejam dari pada penyebaran virus corona di Indonesia,” ujarnya.
“Kalau pertanyaannya seperti itu (unjuk rasa saat pandemi), saya ingin membalik pertanyaannya kenapa DPR RI menciptakan suasana seperti ini (mengusulkan secara kilat pengesahan RUU Omnibus Law). Padahal semua sudah tahu, draf rancangan undang-undang ini tidak ada keberpihakan sama sekali terhadap kaum buruh,” dia menambahkan.
Tetapi, rapat raripurna DPR yang berlangsung kemarin sore tetap mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU.
"Perlu kami sampaikan, berdasarkan yang kita simak dan dengar bersama maka sekali lagi saya memohon persetujuan di forum rapat paripurna ini, bisa disepakati?" kata Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dalam rapat paripurna.
Seluruh anggota DPR yang hadir dalam rapat paripurna tersebut lantas menyatakan setuju.
Sebelum mengambil keputusan, seluruh fraksi telah menyampaikan pandangannya terkait dengan RUU tersebut, yaitu enam fraksi menyatakan setuju, satu fraksi memberikan catatan (Fraksi PAN), dan dua fraksi yang menyatakan menolak persetujuan RUU menjadi UU (Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS).
Setelah itu, pemerintah memberikan pandangannya terkait dengan draf akhir RUU sebelum diambil keputusan.
Dalam penjelasannya, Ketua Badan Legislasi Supratman Andi Agtas mengatakan bahwa baleg bersama pemerintah dan DPD telah melaksanakan rapat sebanyak 64 kali terdiri atas dua kali rapat kerja, 56 kali Rapat Panja, dan enam kali Rapat Tim Perumus/Tim Penyusun.
"RUU Ciptaker hasil pembahasan terdiri atas 15 bab dan 185 pasal yang berarti mengalami perubahan dari sebelumnya 15 bab dan 174 pasal," ujarnya.
Hal-hal pokok yang mengemuka dan mendapatkan perhatian secara cermat dalam pembahasan daftar inventarisasi masalah dan selanjutnya disepakati, antara lain, pertama, terkait dengan dikeluarkannya tujuh UU dari RUU tentang Cipta Kerja, yaitu UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers; UU No. 20/2003 tentang Pendidikan Nasional; UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen; UU No. 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi; UU No. 20/2013 tentang Pendidikan Kedokteran; UU No. 4/2019 tentang Kebidanan; dan UU No. 20/2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian.
Kedua, ditambahkannya 4 UU dalam RUU tentang Cipta Kerja, yaitu UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan juncto UU Nomor 16 Tahun 2009; UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan jo. UU Nomor 36 Tahun 2008; UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah jo. UU Nomor 42 Tahun 2009; dan UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
"Ketiga, kemudahan dan kepastian dalam proses perizinan melalui Online Single Submission, kemudahan dalam mendaftarkan hak kekayaan intelektual; kemudahan dalam mendirikan perusahaan terbuka perseorangan, kemudahan dengan persyaratan yang mudah dan juga biaya yang murah sehingga ada kepastian legalitas bagi pelaku usaha UMKM," katanya dalam laporan Antara.
Keempat, sertifikasi halal, dilakukan percepatan dan kepastian dalam proses sertifikasi halal dan bagi UMK diberikan kemudahan dan biaya ditanggung pemerintah, serta memperluas Lembaga Pemeriksa Halal yang dapat dilakukan oleh ormas Islam dan perguruan tinggi negeri.[]
Loading...
loading...