CMBC Indonesia - SEAN Connery adalah salah satu aktor yang saya hormati. Bukan melulu soal kualitas aktingnya tetapi gaya bicaranya, warna suaranya, dan sorot matanya. Begitu laki-laki.
Awal saya mengenal film Sean Connery sudah cukup terlambat dibanding masa popularitasnya ketika Sean Connery begitu dikenal sebagai aktor yang pertama kali memerankan James Bond.
Sementara saya lebih dulu mengenal film James Bond justru ketika diperankan oleh Roger Moore. Saya kadung kepincut oleh penampilan Roger Moore saat menonton "A View To A Kill". Apalagi di film ini soundtrack-nya dipersembahkan oleh Duran Duran, band yang musiknya mengalir di darah saya. Padahal di kala itu, terlewat oleh perhatian saya, ternyata orang-orang malah lebih banyak mengolok-olok gaya Roger Moore.
Mereka katakan bahwa Sean Connery jauh lebih stylish. Lebih cocok menggambarkan karakter James Bond. Saya tentu sulit menerima. Termasuk saat menyaksikan "Never Say Never Again", film James Bond yang diperankan oleh Sean Connery, yang saat rilisnya di tahun 1983 itu hampir bersamaan peluncurannya dengan "A View To A Kill". Di tahun 1983 ini Roger Moore beradu akting dengan Sean Connery di film yang berbeda meski keduanya sama-sama memerankan James Bond.
Di "Never Say Never Again" saya tidak melihat keistimewaan Sean Connery. Ternyata juga menurut para kritikus "Never Say Never Again" adalah film terlemah Sean Connery dalam memerankan James Bond. Praktis karena keterbatasan judul-judul film James Bond yang saya tonton waktu itu, saya pun akhirnya lebih memilih Roger Moore sebagai aktor yang lebih mengesankan sebagai James Bond.
Pesona akting Sean Connery akhirnya saya dapati setelah menonton beberapa filmnya setelah itu: "The Hunt of The Red October", "In The Name of The Rose", " Finding Forrester", dan lain-lain.
Tak diragukan, saya menempatkan Sean Connery sebagai aktor besar. Kepergiannya hari ini merupakan sebuah momen kehilangannya kita pada seorang aktor yang memiliki sikap dan gaya khas lelaki sejati. Dia pernah dinobatkan sebagai The Sexiest Man Alive. Jauh berbeda dengan aktor-aktor porselin nan glowing di film-film Korea yang diidolakan banyak kaum hawa di beberapa tahun terakhir.
Sikap tegas Sean Connery salah satunya dapat kita cermati ketika dia memutuskan berhenti dari dunia akting. Film terakhirnya adalah "The League of Extraordinary Gentlemen" yang diproduksi tahun 2003 saat usia Sean masih 73 tahun.
Padahal saat itu Sean Connery masih sangat bertenaga dan pesonanya belum pudar. Dia masih bisa menghasilkan banyak pundi-pundi. Alasannya mundur dari industri perfilman adalah karena dia bosan dan lelah bertemu dengan orang-orang idiot. Orang-orang bodoh memang menyiksa. Bahkan sutradara super kondang Steven Spielberg tidak mampu merayunya untuk kembali bekerja di depan kamera.
Sean juga amat bangga dengan identitasnya sebagai orang Skotlandia. Aksennya begitu kental. Dia tidak pernah mau mengubahnya meski di sebuah film dia harus memerankan orang Amerika atau Arab sekalipun. Tatoo di lengannya bertuliskan "Scotland Forever".
Begitu pun ketika Sean Connery memperoleh gelar bangsawan kehormatan "Sir" dari Ratu Inggris Elizabeth II pada tahun 2000. Gelar "Sir" diberikan atas jasa-jasa dan kemampuannya di bidang akting dan drama.
Ditengarai bahwa almarhum sebetulnya telah hendak diberikan gelar tersebut beberapa tahun sebelumnya. Namun dia menolak bila upacara penganugrahannya tidak dilakukan di tanah Skotlandia. Sean Connery akhirnya memperoleh keistimewaan itu.
Semoga wafatnya Sean Connery mampu mengingatkan kita akan sebuah arti kejantanan dan kharisma. Laki-laki bukanlah kaleng krupuk yang dicat merah muda dan mengkilat. Laki-laki bukanlah yang memiliki senyum menggemaskan. Namun laki-laki sejati adalah yang memiliki sorot mata yang tajam, hangat, dan melindungi. Dia adalah Sean Connery! May he rest in peace.
(Pemerhati Ruang Publik)
Loading...
loading...