CMBC Indonesia - Memasuki 2021, sejumlah tarif yang berkaitan langsung dengan masyarakat mengalami kenaikan. Tarif-tarif yang mengalami kenaikan ini sudah diumumkan pemerintah sejak tahun lalu.
Apa saja tarif yang naik tahun ini? Berikut daftarnya:
1. Iuran BPJS Kesehatan
Mulai 1 Januari 2021 ini, iuran BPJS Kesehatan untuk peserta kelas III dipastikan naik. Demikian yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 20I8 tentang Jaminan Kesehatan. Kenaikan iuran menyasar peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU), dan peserta bukan pekerja (BP), dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III.
Sebagai penjelasan, pada pasal 34 Perpres 64/2020 menyebutkan besaran iuran bagi peserta PBPU dan peserta BP dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III sama dengan besaran iuran bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan yaitu sebesar Rp 42.000 per orang per bulan, dengan ketentuan sebagai berikut:
A. Untuk tahun 2020
1. Sebesar Rp 25.500 per orang per bulan dibayar oleh peserta PBPU dan Peserta BP
2. Sebesar Rp 16.500 per orang per bulan dibayar oleh Pemerintah Pusat sebagai bantuan Iuran kepada Peserta PBPU dan Peserta BP
B. Untuk tahun 2021 dan seterusnya
1. Sebesar Rp 35.000 per orang per bulan dibayar oleh peserta PBPU dan peserta BP
2. Sebesar Rp 7.000 per orang per bulan dibayar oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai bantuan iuran kepada peserta PBPU dan peserta BP
Sedangkan untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan, yang jumlahnya 40% atau 96 juta masyarakat miskin, pemerintah tetap membayarkan iuran sebesar Rp 42.000. Dalam pembayaran iuran peserta PBI di 2021, akan ada kontribusi pemerintah daerah (Pemda) Provinsi sebesar Rp 2.000 sampai Rp 2.200, tergantung kapasitas fiskal daerah.
Sementara itu, peserta kelas I dan II sudah lebih dulu mengalami kenaikan tarif sejak 1 Juli 2020. Berikut daftar iuran BPJS Kesehatan 2021 yang harus dibayar peserta mengacu pada Perpres Nomor 64 Tahun 2020:
- Kelas I : Rp 150.000 per orang per bulan
- Kelas II : Rp 100.000 per orang per bulan
- Kelas III : Rp 35.000 per orang per bulan
2. Bea Meterai
Rancangan Undang-Undang (RUU) Bea Meterai telah resmi disetujui oleh DPR RI sebagai Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2020 dan mulai berlaku pada 1 Januari 2021. Dalam UU tersebut, tarif bea meterai menjadi tunggal, yaitu Rp 10 ribu, sedangkan tarif bea meterai Rp 3.000 dan Rp 6.000 dihapuskan.
Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengungkapkan, terhadap dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dibayar yang dibuat sebelum 1 Januari 2021, maka bea meterainya tetap terutang dan dibayar berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai.
Sementara itu, meterai tempel yang telah dicetak berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai dan peraturan pelaksanaannya yang masih tersisa masih dapat digunakan sampai dengan 31 Desember 2021 dengan nilai paling sedikit Rp 9.000.
"Bahwa meterai tempel yang masih tersisa, yang dicetak sesuai UU No 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai, masih dapat digunakan sampai 31 Desember 2021, dengan nilai paling sedikit Rp 9.000," ujar Suryo dalam keterangan tertulis, Selasa (8/12/2020).
UU Bea Meterai disahkan untuk menyesuaikan regulasi yang mengikuti perkembangan ekonomi, hukum, teknologi, dan sosial. Perkembangan ekonomi digital menyebabkan peralihan penggunaan dokumen kertas ke dokumen elektronik.
Berdasarkan UU Informasi & Transaksi Elektronik (ITE), kedudukan dokumen elektronik disamakan dengan dokumen kertas. Namun dokumen elektronik tidak tercakup dalam UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai.
Tarif sudah tidak relevan, tetapi tidak bisa lagi diubah karena berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai, tarif sudah maksimal. Perlu perincian mengenai saat terutang agar lebih memberikan kepastian hukum bagi pemerintah dan masyarakat.
Lalu perlunya perincian mengenai pihak yang terutang bea meterai agar lebih memberikan kepastian hukum bagi pemerintah dan masyarakat. Untuk kemudahan pemungutan, menunjuk pemungut bea meterai sebagai penanggung jawab.
3. Cukai Rokok
Pemerintah menetapkan kebijakan baru soal cukai hasil tembakau atau cukai rokok untuk tahun 2021. Cukai rokok ditetapkan naik.
Hal tersebut dikatakan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam press statement yang disiarkan secara virtual lewat akun YouTube Kementerian Keuangan, Kamis (10/12/2020).
"Kita akan menaikkan cukai rokok dalam hal ini sebesar 12,5%," ujar Sri Mulyani.
Pembahasan kebijakan mengenai cukai rokok ini sempat naik turun. Pemerintah sebelumnya mengungkap alasan belum ada kepastian soal kebijakan cukai rokok ini. Sri Mulyani Indrawati kala itu mengungkap penyebabnya adalah pemerintah masih mengkaji sekaligus mempertimbangkan dampak kebijakan tersebut terhadap lima aspek.
Sebanyak lima aspek yang menjadi pertimbangan adalah, prevalensi merokok pada anak-anak dan wanita, kesehatan, tenaga kerja, petani, rokok ilegal, dan terakhir mengenai penerimaan negara.(dtk)
Loading...
loading...