CMBC Indonesia - Draf Revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menuai sorotan. Di antaranya soal larangan eks anggota PKI dan HTI menjadi peserta Pemilu baik Pileg, Pilpres, dan Pilkada.
Wakil Ketua Umum PKB, Jazilul Fawaid, menilai perlu kajian matang dalam penentuan penghilangan hak politik warga negara.
"Perlu pertimbangan yang matang untuk menghilangkan hak politik warga negara. Namun perlu berikan sanksi pada organisasi/perorangan yang pernah terbukti melakukan pengkhianatan pada negara," kata Gus Jazil, sapaan akrabnya, Selasa (26/1).
Menurut Wakil Ketua MPR itu, ada sejarah yang berbeda dari kedua organisasi yang dinyatakan terlarang itu. HTI tidak pernah melakukan pemberontakan.
"PKI dan HTI meskipun sama-sama dibubarkan namun sejarahnya berbeda. HTI tidak pernah melakukan pemberontakan kepada negara dengan menggunakan kekerasan dan angkat senjata.- Jazilul Fawaid
Kendati demikian, Gus Jazil berpendapat, ada baiknya untuk sementara waktu dilakukan pembinaan kepada eks dua organisasi terlarang itu.
"Hemat saya, mereka bisa diberikan hak untuk memilih. Namun hak untuk dipilih, menjadi calon presiden, gubernur dan bupati sementara dicabut dalam 1 atau 2 kali pemilu, untuk pembinaan dulu," saran Gus Jazil.
Berikut bunyi Pasal 182 ayat 2 huruf ii dan jj di RUU Pemilu:
"Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam G.3O.S/PKI;," demikian bunyi Ketentuan huruf ii syarat pencalonan peserta Pemilu.
Lalu bunyi ketentuan terkait HTI di poin selanjutnya.
"Bukan bekas anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI);" tulis ketentuan huruf jj.
Loading...
loading...