CMBC Indonesia - Irjen Napoleon Bonaparte memohon kepada majelis hakim agar dipindahkan dari Rutan Bareskrim Polri ke Rutan Mako Brimob, Depok. Napoleon bahkan sempat menyinggung soal almarhum Ustadz Maaher.
Awalnya, hakim ketua Muhammad Damis menyampaikan permohonan penasihat hukum terkait pemindahan Napoleon ke Rutan Mako Brimob pada 16 Februari 2021. Alasan permohonan itu disampaikan karena meningkatnya kasus COVID-19 di Rutan Bareskrim.
"Pada tanggal 16 Februari 2021 kami menerima surat yang diajukan tim PH terdakwa berkenaan dengan permohonan agar terdakwa dapat dipindahkan tempatnya ditahan, yaitu semula ditahan di Rutan Bareskrim, dan mohon agar dipindahkan ke Rutan Mako Brimob," ujar hakim ketua Muhammad Damis dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (22/2/2021).
"Ada beberapa alasan yang dikemukakan, antara lain adanya peningkatan penyebaran wabah COVID di lingkungan tempat terdakwa ditahan, itu intinya dan dalam surat disebutkan bahwa telah ada tahanan yang meninggal dunia karena terpapar COVID-19," tambahnya.
Jaksa Junaidi menilai sejauh ini sidang berjalan lancar selama terdakwa ditahan di Rutan Bareskrim. Selain itu, jaksa khawatir nantinya proses penjemputan terdakwa ke persidangan akan terlambat.
"Apabila ditahan di Mako Brimob kami agak terlambat untuk proses (penjemputan) karena ini baru pertama dipindahkan ke Brimob mungkin membawa tahanan ke sini," katanya.
Sementara itu, Irjen Napoleon menyebut dalam 2 bulan terakhir ada 3 tahanan di Rutan Mabes Polri yang meninggal dunia karena COVID-19. Dia bahkan sempat menyinggung soal almarhum Ustadz Maaher.
"Saya sudah lebih dari 4 bulan di Rutan Bareskrim. Saya hitung 2 bulan terakhir ini, 3 tahanan itu meninggal dunia dengan positif COVID. Yang terakhir 2 minggu lalu tanggal 8 Februari 2021 tepat hari Senin sepulang dari sini setiba di sel itu jam 19.30 malam, melintas di depan saya itu jenazah dari Ustadz Maaher yang posisi selnya di sebelah kamar saya persis, dengan penyakit alasan yang tidak disebutkan Humas Polri, tapi kami tahu sebagai anggota Polri ada beberapa," jelas Napoleon.
Irjen Napoleon mengaku tidak pernah keluar dari kamar selama ditahan karena takut terpapar COVID-19. Dia berharap, majelis hakim bisa mengabulkan permohonannya itu.
"Selama ditahan di sana itu saya tidak pernah keluar dari kamar sel, tidak bergabung, bahwa tidak salat jemaah pun dengan mereka karena ketakutan yang tinggi, saya tidak mau jadi korban. Karena saya sudah menunjukkan kepatuhan selaku perwira Polri kepada hukum, ini permintaan manusiawi dan beralasan," ujarnya.
Majelis hakim pun akan mempertimbangkan permohonan Napoleon dan tim pengacara. Hakim mengatakan akan memutuskan permohonan pemindahan rutan di sidang berikutnya Senin (1/3).
Diketahui, Irjen Napoleon dituntut 3 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa menyebut Irjen Napoleon terbukti bersalah terima suap dalam upaya penghapusan nama Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra di red notice.
Jaksa meyakini Napoleon terbukti menerima SGD 200 ribu dan USD 370 ribu dari Djoko Tjandra. Jaksa menyebut perbuatan Napoleon salah karena sebagai polisi tidak menangkap Djoko Tjandra saat menjadi buron kasus hak tagih (cessie) Bank Bali.
Atas dasar itu, Napoleon diyakini jaksa melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (*)
Loading...
loading...