CMBC Indonesia - Penulis disertasi 'Akulturasi Islam dan Budaya Lokal dalam Magi Banten' Ayatullah Humaeni mengatakan magi Banten tidak hanya digunakan untuk persoalan pengobatan dan santet, tapi juga politik. Untuk urusan pemilihan kepala desa dan kepala daerah, magi dipakai memanfaatkan kiai, ahli hikmah, serta dukun.
"Bagaimana calon kepala desa pakai dukun, ahli hikmah dari mana-mana. Yang paling besar (pemanfaatan magi) di Pilgub, Pilkada, legislatif itu ada. Beberapa di Banten ada yang begitu juga, saya tahu" kata Ayatullah atau Ayat, yang disertasinya fokus pada antropologi dan sosiologi agama, saat ditemui detikcom di Serang, Jumat (12/3).
Ayat menuliskan bahwa bukan rahasia umum praktik politik lokal di Banten kental unsur magi. Kandidat calon kades, anggota dewan bahkan kepala daerah lumrah datang ke seorang ahli hikmah untuk meminta restu, doa dan dukungan saat pencalonan.
Bahkan, saat melakukan penelitian mengenai penggunaan magi di pemilikan kades, si calon itu menurutnya pernah mendatangkan dukun ke rumah. Membacakan mantra-mantra dengan alasan tertentu.
Ayat menggambarkan kondisi itu seperti perang magi karena kades lain pun menggunakan dukun. "Jadi seperti perang pengaruh gaib. Ketika (pemilih) masuk ke TPS yang kelihatan di gambar agar hanya si calon," ucapnya.
Dalam jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Ayat yang menulis penggunaan magi dalam politik lokal di Banten, mencatat jenis magi yang biasa digunakan saat pilkades. Ada susuk, wafak, jimat, amalan wiridan, dan mantra-mantra. Beberapa jenis mantra dibaca si dukun dan calon pada waktu dan cara tertentu.
"Mantra itu berkhasiat agar seseorang atau masyarakat banyak welas asih dan selalu ingat kepada si calon, sehingga pada saat pencoblosan si calon bisa dipilih," sebagaimana dikutip di jurnal volume 27 tahun 2014 itu.
Konsultan politik justru mengatakan penggunaan magi saat pencalonan kadang kurang tepat. Tapi, hal itu selalu jadi bumbu karena politik yang setianya menghalalkan segala cara.
"Saya tahu bahwa orang, calon itu mendatangi kiai, ahli hikmah, dukun atau abah yang terkenal dengan ilmu gaibnya. Itu banyak, di Banten saja orang yang dari Bantennya sendiri, dari Sumatera, Lampung ada. Terus Jakarta dari Jawa Barat, ada," kata Uday Suhada, seorang konsultan politik yang pernah di beberapa lembaga survei nasional.
Tapi, usaha mereka berharap pada ahli magi ini ada yang berhasil dan tidak. Jika pun menang saat pemilihan, ia lihat itu karena kandidat memang potensial, baik itu dari hasil survei, elektabilitas maupun kampanyenya.
"Kalau saya lihat komplementer saja, pernak-pernik, bukan substansi ketika pilkada suara meledak di luar perkiraan survei, nggak. Itu nggak pernah ditemukan," ucapnya.
Ia mengakui ada calon yang memanfaatkan ahli magi. Salah satunya ia menyebut kepala daerah dari Sumatera yang datang langsung pada ahli hikmah di Banten. Datang jauh-jauh, bisa saja orang itu memohon restu atau mungkin bantuan doa-doa.
Dalam konteks Pilpres, Uday juga yakin bahwa ada calon yang datang ke ahli hikmah, namun itu lolos dari pantauan publik. Di samping itu, calon juga datang ke kiai, tapi dengan maksud mengambil simpati karena memiliki banyak pengikut.
"Dia (kiai) punya basis banyak, normal saja sosialisasi. Tapi ada juga yang khusus, orangnya jarang muncul depan publik, tapi dianggap tokoh perlu dimintai bantuan juga ada. Dan mereka (kiai) seperti ini ada di mana-mana, di Banten ke mana, di Jateng ke mana, dan seterusnya sesuai informasi jaringan yang dimiliki (calon)," tutur Uday. (*)
Loading...
loading...