CMBC Indonesia - Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, memberikan ultimatum kepada Israel untuk meninggalkan wilayah pendudukan dalam waktu setahun.
Seperti apa respons Israel terhadap ultimatum itu?
Seperti dilansir AFP dan Associated Press, Sabtu (25/9/2021), Abbas meng-ultimatum Israel untuk menarik diri dari wilayah pendudukan dalam waktu setahun.
Jika Israel tidak memenuhi ultimatum itu, Abbas menegaskan dirinya tidak akan lagi mengakui negara Yahudi itu berdasarkan perbatasan pra-1967.
Ultimatum itu disampaikan Abbas dalam pidato bernada keras secara virtual saat forum Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
Dalam tanggapannya, otoritas Israel terkesan menganggap enteng ultimatum Abbas tersebut. Duta Besar Israel untuk PBB, Gilad Erdan, bahkan menyebut bahwa dengan ultimatum itu, Abbas telah 'membuktikan sekali lagi bahwa dia tidak lagi relevan'.
"Mereka yang benar-benar mendukung perdamaian dan perundingan tidak mengancam dengan ultimatum khayalan dari platform PBB seperti yang dia lakukan dalam pidatonya," sebut Erdan dalam pernyataannya, merujuk pada Abbas.
Abbas dalam pidatonya juga menyatakan bahwa Palestina akan membawa persoalan 'mengenai masalah legalitas pendudukan tanah negara Palestina' ke Mahkamah Internasional.
Israel mencaplok Tepi Barat, Yerusalem Timur dan Jalur Gaza -- wilayah yang diinginkan Palestina menjadi bagian negara mereka di masa depan -- dalam perang tahun 1967 dengan negara-negara Arab. Israel kemudian menganeksasi Yerusalem Timur dalam langkah yang tidak diakui secara internasional.
Sabtu, 25 Sep 2021 12:15 WIB
Ultimatum terhadap Israel disampaikan Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, dalam Sidang Umum PBB (John Angelillo /Pool Photo via AP)
Tahun 2005, Israel menarik pasukannya dari Jalur Gaza. Kemudian kelompok Hamas memenangkan pemilu parlemen setahun kemudian dan merebut Gaza dari pasukan pemerintah Palestina dalam perebutan kekuasaan tahun 2007.
Selama bertahun-tahun, Israel memberikan berbagai tawaran yang disebut akan memberikan kemerdekaan kepada Palestina di sebagian besar wilayahnya. Namun Palestina yang selalu berada di posisi lebih lemah dalam perundingan, menyatakan setiap proposal Israel gagal memberikan status negara sepenuhnya dan tidak menyelesaikan masalah inti lainnya, seperti nasib pengungsi Palestina dan status Yerusalem.
Pengakuan Palestina atas Israel menjadi pondasi kesepakatan Oslo tahun 1993 yang disusul proses perdamaian Timur Tengah. Namun proses perundingan itu telah terhenti lebih dari satu dekade lalu, dan Perdana Menteri (PM) Israel saat ini, Naftali Bennett, menentang pembentukan negara Palestina berdampingan dengan Israel -- disebut sebagai solusi dunia negara, yang secara luas dipandang sebagai satu-satunya cara menyelesaikan konflik.(detik)
Loading...
loading...