CMBC Indonesia - Lembaga riset Amerika Serikat, Aiddata, menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara penerima utang terselubung (hidden debt) terbesar dari China. Pada rentang 2000-2017, nilainya mencapai USD 34,38 miliar atau dengan kurs saat ini setara Rp 488,9 triliun.
Dalam laporan riset berjudul 'Banking on the Belt and Road: Insights from a new global dataset of 13,427 Chinese Development Projects' itu, Aiddata menjelaskan dana tersebut masuk melalui pembiayaan sejumlah proyek infrastruktur. Termasuk investasi dalam skema Belt and Road Initiative (BRI).
"Utang sebesar itu bagian dari strategi China untuk merealisasikan keinginannya mewujudkan jalur sutera baru atau yang dikenal dengan Belt and Road Initiative (BRI)," tulis laporan tersebut, dikutip Jumat (15/10).
Dari laporan setebal 166 halaman itu, disebutkan Indonesia menerima 71 proyek infrastruktur dalam skema BRI dengan nilai sebesar USD 20,3 miliar. Dari jumlah proyek infrastruktur, Indonesia merupakan negara penerima ketiga terbanyak di bawah Kamboja (82 proyek) dan Pakistan (71 proyek). Sedangkan dari nilai dananya, Indonesia ada di posisi kedua di bawah Pakistan (USD 27,3 miliar).
Ekonom Universitas Islam Indonesia (UII), Zulfikar Rakhmat, menilai pendanaan proyek-proyek dalam skema BRI sejatinya memang utang.
"Sebenarnya tuh kalau saya lihat memang sebenarnya dari awal itu utang yang ditutup rapi atau dibungkus dengan investasi. Sebenarnya itu utang," kata Direktur Institute for Global and Strategic Studies UII, kepada kumparan, Jumat (15/10).
Doktor dari The University of Manchester itu, menjadikan implementasi BRI sebagai penelitian untuk disertasinya. Fokus penelitiannya saat itu soal proyek Belt and Road Initiative di Indonesia dan Timur Tengah.
Menurutnya, secara internal China menetapkan pembiayaan proyek-proyek BRI sebagai loan (pinjaman/utang). "Dari awal, kalimat yang digunakan itu loan. Jadi saya enggak kaget dengan hasil riset Aiddata itu," ujarnya. [kumparan]
Loading...
loading...