Oleh: Asyari Usman
KELIHATANNYA Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak memahami keinginan Tri Rismaharini. Beliau ini tampaknya lebih cocok memimpin lembaga atau instansi yang lingkup tugasnya keras-keras. Misalnya, Bakamla (Badan Keamanan Laut), BNN (Badan Narkotika Nasional), atau bahkan Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja).
Kecocokan jabatan ini terlihat dari karakter Bu Mensos yang telah ditunjukkannya sejak duduk sebagai Walikota Surabaya. Watak utama Bu Risma adalah marah-marah. Terutama di depan kamera.
Terakhir, Risma mengamuk di tengah rapat dengan Pemprov Gorontalo, Jumat (1/10). Seorang pendamping penyaluran Bansos, entah bagaimana, mengatakan bahwa Kemensos menghapus data Bansos yang kemudian menyebabkan distribusi tak tepat sasaran. Risma langsung naik pitam. Dan mengucapkan “Tak tembak kamu, ya!” (Saya tembak kamu, ya!).
Mungkin Risma setengah bercanda soal “Tak tembak kamu, ya!”. Tetapi, bisa juga serius. Nah, kalau serius dan Risma kebetulan sedang pegang pistol atau AK-47, RPG, dlsb, tentu tak terbayangkan peristiwa yang akan terjadi. Bisa selesai semua peserta rapat.
Marah bertensi tinggi sudah berkali-kali dipamerkan oleh Bu Risma. Tapi, apakah ini tidak baik?
Kalau dilihat sepintas memang tidak baik. Karena itu, beliau harus diistirahatkan. Namun, kalau dilihat dari kebutuhan lain pemerintah dalam upaya menegakkan kedaulatan negara, memberantas ancaman bangsa, atau upaya untuk merapikan jalan raya dan pasar, maka sesengguhnya Bu Risma sangat potensial untuk diberi jabatan lain.
Bu Risma tak suka duduk sebagai pejabat di belakang meja. Dia tidak nyaman duduk di kantor berjam-jam. Dia tidak bisa diam kalau melihat suasana lalulintas dan pasar yang semrawut. Karena itu, Pak Jokowi perlu segera melakukan perombakan kabinet.
Tempatkan Bu Risma sebagai Kepala Bakamla. Instruksikan agar dia segera pergi ke Kepulauan Natuna. Laporan-laporan media menyebutkan banyak sekali kapal ikan China (RRC) ukuran besar mengacak-acak laut utara Natuna. Mereka bagaikan tak menghiraukan kedaulatan Indonesia di sana.
Kalau marah-marah Bu Risma disalurkan di laut Natuna dan Laut China Selatan (LCS), dijamin ratusan atau ribuan kapal China dan Vietnam itu akan tunggang-langgang melarikan diri. Sebab, Bu Risma tidak akan sekadar ancam “Tak tembak kamu, ya!” Beliau pastilah akan langsung berondong kapal-kapal pencuri ikan itu.
Jabatan keras lainnya untuk beliau adalah Kepala BNN. Ancaman narkoba terhadap bangsa ini sangat menyeramkan. Ada lebih empat juta pemakai. Para bandar narkoba demikian kuat dan berkuasa. Mereka selalu bisa lolos dalam kejaran. Entah kenapa. Ratusan atau mungkin ribuan oknum penegak hukum terlibat kejahatan narkoba.
Bayangkan kalau Bu Risma duduk sebagai Kepala BNN. Pasti bergelipangan para bandar sabu yang selama ini bebas-lepas merusak bangsa ini. Bu Risma tidak akan ancam-ancam tembak saja. Dia akan hancurkan jaringan narkoba yang terkenal kuat itu. Zero tolerance seperti di Filipina. BNN adalah salah satu penyaluran positif watak marah-marah Bu Risma.
Tempat terbaik lainnya untuk Bu Mensos adalah KPK. Di sini pun Bu Risma bisa sangat dahsyat. Kawan-kawan beliau di PDIP pasti akan takut mengikuti jejak Juliari Batubara. Dijamin Bu Risma akan marah-marah ke Jokowi karena KPK dikebiri. Dia juga akan memarahi Bu Mega yang membiarkan UU KPK direvisi oleh DPR, termasuk fraksi PDIP.
Ada satu lagi posisi yang juga cocok. Yaitu, kepala Satpol PP. Tapi jangan pula Satpol PP kabupaten/kota. Buatkan Satpol PP internasional. Supaya Bu Risma bisa menutup pasar-pasar yang menjual binatang eksotik (kelelawar, ular, lipan, dll) seperti di Wuhan itu. Yang diduga menjadi sumber virus Covid-19.
Di dalam negeri, Bu Risma sebagai Kepala Satpol PP akan menertibkan dengan keras para pedagang yang menggunakan badan jalan. Juga membasmi bangunan liar. Tugas ini tidak mudah. Perlu orang yang cepat marah seperti Bu Mensos.
(*Penulis merupakan wartawan senior)
Loading...
loading...