CMBC Indonesia - Aksi unjuk urat saraf yang dilakukan Menteri Sosial Tri Rismaharini harus segera disudahi. Apalagi jika mantan Walikota Solo itu masih berhasrat untuk maju di Pemilihan Gubernur Jawa Timur.
Begitu kata oleh Peneliti Senior Institut Riset Indonesia (Insis), Dian Permata menanggapi aksi Risma yang kembali meluapkan emosi saat di Gorontalo.
Menurut Dian, aksi unjuk urat saraf Risma merupakan bukan barang baru lagi. Karena, dalam catatan mundur, Risma sudah beberapa kali melakukannya.
Seperti saat mengancam ASN dimutasi ke Papua, memarahi demonstran penolak UU Ciptaker, mobil PCR dibawa ke luar kota, taman rusak saat pembagian es krim, sidak KTP elektronik, memarahi ASN saat ketahuan bergurau upacara, dan soal kotornya salah satu kantor kecamatan di Kota Surabaya.
"Itu rangkaian peristiwa Risma dengan aksi unjuk urat sarafnya," urai Dian kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (3/10).
Menurutnya, pilihan mengambil komunikasi publik seperti yang dilakukan Risma harus ekstra hati-hati, karena tidak semua masalah yang dihadapi bisa dihadapi dengan model komunikasi tersebut.
Apalagi, tambah Dian, di jaman keterbukaan informasi seperti saat ini, rekam jejak model komunikasi seperti itu bisa menjadi backfire bagi diri sendiri. Apabila aksi koboi marah-marah tidak diimbangi dengan aksi koboi perbaikan terhadap persoalan yang dihadapi.
"Ada kanal negosiasi atau musyawarah yang bisa digunakan," kata Dian.
Dian menyarankan agar Risma menyudahi pola aksi koboi marah-marah tersebut. Dia khawatir aksi ini justru tidak menguntungkan bagi Risma yang santer akan mencalonkan diri menjadi Gubernur Jawa Timur.
“Ini yang saya khawatir. Menu bagi lawan Risma dalam konteks elektoral untuk menggoreng Risma sudah berserak. Tinggal Risma. Akan baperan atau tidak menghadapinya. Jika baperan maka khawatir lawan politik Risma akan makin semangat menggoreng hal itu," pungkas Dian.(RMOL)
Loading...
loading...